Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Tiga Senjata Menjelang Akhir Amnesti

Dero Iqbal Mahendra
14/2/2017 09:11
Tiga Senjata Menjelang Akhir Amnesti
(ANTARA/Muhammad Adimaja)

DIREKTORAT Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menyiapkan tiga senjata baru menjelang berakhirnya program amnesti pajak pada 31 Maret 2017.

“Kami telah menyiapkan sejumlah langkah untuk melanjutkan reformasi perpajakan, yaitu pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak, implementasi program mempermudah akses terhadap data nasabah bank, serta program peningkatan layanan kepada wajib pajak (WP),” kata Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi saat jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, WP, yang tidak ikut amnesti pajak atau ikut tetapi tidak melaporkan kondisi yang sebenarnya, menghadapi dua konsekuensi.

Konsekuensi pertama, bagi WP yang sudah ikut amnesti pajak, kemudian Ditjen Pajak menemukan data harta yang belum dilaporkan pada surat pernyataan harta (SPH), harta itu dianggap penghasilan dan dikenai pajak penghasilan dengan tarif normal serta sanksi kenaikan 200% dari pajak yang kurang dibayar.

Sementara itu, bagi WP yang tidak ikut amnesti pajak, kemudian Ditjen Pajak menemukan harta yang tidak dilaporkan dalam SPT, harta itu dianggap sebagai penghasilan dan dikenai pajak beserta sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Terkait dengan implementasi program untuk mempermudah akses terhadap data nasabah bank, Ditjen Pajak dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meluncurkan aplikasi pembukaan rahasia bank secara elektronik, yaitu Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) yang merupakan aplikasi internal Kementerian Keuangan untuk mempercepat pengajuan usulan kepada Menteri Keuangan dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) yang merupakan aplikasi internal OJK untuk mempercepat pemberian izin atas surat permintaan Menteri Keuangan.

Mulai 1 Maret 2017, kedua aplikasi akan saling terhubung untuk mempercepat pengajuan dan perolehan perintah tertulis kepada bank dari Dewan Komisioner OJK.

Selama ini rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu permohonan akses data nasabah bank mencapai 239 hari. Dengan adanya aplikasi elektronik tersebut, waktu tersebut dapat dipangkas menjadi kurang dari 30 hari. “Untuk mekanismenya tetap harus izin, hanya sekarang dengan aplikasi sehingga lebih cepat.”

Hindari moral hazard
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo menilai implementasi kemudahan akses data nasabah bank dari OJK bagi Ditjen Pajak ialah sebuah langkah yang positif.

Selama ini proses pembukaan rekening wajib pajak dari tingkat bawah hingga melalui Dirjen pajak, Menteri Keuangan, hingga akhirnya ke pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa memakan waktu hingga 6-8 bulan.

“Dengan proses yang lama tersebut cenderung menjadi rawan sebab jika sampai berbulan bulan akan dapat menimbulkan moral hazard. Informasi itu bisa diselewengkan dan bisa disalahgunakan,” terang Yustinus saat dihubungi, kemarin.

Percepatan proses tersebut akan sangat bermanfaat bagi proses penyelidikan atau bahkan jika terjadi penyitaan dengan surat paksa. (Ant/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya