Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Industrialis Siap Serap Nikel Kadar Rendah

Tesa Oktiana Surbakti
19/1/2017 06:50
Industrialis Siap Serap Nikel Kadar Rendah
(ANTARA /M AGUNG RAJASA)

PEMERINTAH kini mewajibkan industri hilir menyerap nikel kadar rendah di bawah 1,7% dari total kapasitas produksi fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral (smelter).

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 5/2017 tentang Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri.

Sudah lama perusahaan tambang mengeluhkan minimnya serapan nikel kadar rendah di pasar domestik seiring pembatasan pintu ekspor mineral mentah (ore) yang diamanatkan Undang-Undang No 4/2009 tentang Minerba.

PT Aneka Tambang Tbk bahkan diketahui menumpuk lebih dari 5 juta ton bijih nikel kadar rendah tertambang lantaran belum termanfaatkan industri smelter domestik mengingat mayoritas industri smelter cenderung menyerap bijih nikel berkadar tinggi, di kisaran 2%.

Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonatan Handojo menyatakan pihaknya siap menjalankan kebijakan baru tersebut.

Dia mengklaim, sejak 2012, pihaknya telah memakai nikel kadar rendah 1,7%. Nikel kadar tinggi dikatakannya mayoritas digunakan Antam.

"Kami industri smelter dalam negeri masih mampu menyerap nickel ore kadar rendah, terutama smelter yang menggunakan tungku blast furnace. Jadi, tidak masalah," ujar Jonatan saat dikonfirmasikan, Selasa (18/1).

Hanya saja, ia berharap negosiasi harga pembelian nikel kadar rendah tetap pada mekanisme business to business (B to B).

Padahal, saat ini pemerintah diketahui tengah merumuskan formula harga nikel berkadar rendah.

"Mengenai harga, mohon diserahkan B to B, jangan ditentukan pemerintah karena itu transaksi dagang biasa antarperusahaan di Indonesia," pintanya.

Saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengamini, harga patokan nikel kadar rendah akan diatur Kementerian ESDM.

Menurutnya, bijih nikel kadar itu sulit diserap industri smelter domestik lantaran persoalan harga.

Karena itu, perlu dibuat suatu harga patokan.

Ia menilai tidak akan ada resistensi dari industrialis atas ketentuan tersebut.

"Saya kira (soal harga patokan nikel kadar rendah) sudah lama dibahas stakeholder, mereka (industri smelter) pasti sudah paham. Sekarang ini bagaimana pelaksanaan soal petunjuk teknis (juknis) turunan agar semuanya terukur dan transparan," tutur Putu.

Pertambangan utama

Di lain hal, perusahaan-perusahaan asal Tiongkok akan terus fokus berinvestasi di sektor pertambangan, selain sektor potensial lain di Indonesia seperti infrastruktur, telekomunikasi, realestat, e-commerce, dan moneter.

"Target investasi nomor satu kami ialah pertambangan karena kebutuhan terhadap barang-barang stainless steel (baja tahan karat) sangat

dibutuhkan di pasar Tiongkok sementara Indonesia sangat kaya sumber feronikel," kata Wakil Ketua sekaligus Sekjen Kamar Dagang dan Industri Tiongkok di Indonesia Liu Cheng dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (18/1).

Ia menuturkan, saat ini ada 30 perusahaan Tiongkok berinvestasi di usaha pengolahan feronikel yang merupakan bahan baku produksi baja nirkarat, di Indonesia.

Nilai investasi mereka, menurutnya, melebihi US$6 miliar dengan rencana kapasitas pengolahan feronikel lebih dari 3 juta ton.

"Saat ini investasi US$3 miliar telah terlaksana, dan jika seluruh investasi diwujudkan, Indonesia akan menjadi salah satu negara pengekspor materi feronikel terbesar dan diyakini akan meningkatkan daya saing di internasional juga menciptakan lebih banyak lapangan kerja," kata Liu.

Tiongkok merupakan negara sumber investasi terbesar ketiga bagi Indonesia setelah Singapura dan Jepang, dan juga salah satu mitra dagang utama Indonesia. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya