Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), anak usaha PT Perkebunan Nusantara III (persero), menyasar kenaikan volume penjualan hingga 25% pada 2017 dengan tujuan utama pasar ekspor.
Angka itu melejit dari capaian KPBN di 2016 yang berhasil melakukan penjualan teh senilai US$56,1 juta (Rp7,573 triliun).
"Dengan berbagai perbaikan, pada 2017 kami menargetkan penjualan 45 ribu ton teh dari sebelumnya hanya 36 ribu ton per tahun, bertumbuh sekitar 9.000 ton. Kami akan berupaya memperbaiki sistem dan kualitas dari produksi teh yang mulai meredup jika dibandingkan dengan sebelum 2008 akibat turunnya permintaan teh seiring dengan pelemahan ekonomi di Amerika, Rusia, dan Inggris," papar Direktur PT KPB Nusantara Iriana Ekasari saat lelang perdana teh seberat 367.100 kg yang diikuti 24 pembeli teh asing dan lokal di Jakarta, Rabu (4/1).
Ia mengaku imbas hilangnya daya saing itu karena tidak adanya kontrol di pasar perdagangan teh.
Selain itu, akibat tidak konsistennya kualitas teh yang diproduksi, teh Indonesia kalah dengan Sri Lanka dan Kenya, yang memiliki badan khusus yang menangani pemasaran ekspor produk teh.
Harga teh pun jatuh dari US$3 pada 1992 menjadi paling mahal US$1,74 per kg saat ini.
"Pada 2008 ekspor masih 70%, 2016 ekspor dari PTPN via KPBN tinggal 1/3 saja."
Pengimpor teh Indonesia terbesar pada 2016 berasal dari Malaysia sebesar 27% dan AS dengan 24% setelah ekonomi mereka membaik.
Padahal pada 2014, pengimpor terbesar ialah Rusia dengan 154 ribu ton dan AS hingga 129 ribu ton.
"Mayoritas yang kami tawarkan untuk ekspor ialah grade 1. Perbandingan ekspor dan domestik sekarang ekspor 39%, sisanya untuk lokal, dengan konsumsi mutu 2 dan 3," ujar Iriana.
Pasar ekspor turun
Direktur Utama PTPN III Holding Perkebunan Elia Massa Manik mengakui harga teh Indonesia kompetitif terakhir kali pada 1992.
Berbeda dengan Kenya dan Sri Lanka, yakni teh menjadi komoditas tanaman rakyat, di Indonesia 50% tanaman teh dipegang korporasi.
"Kontribusi penjualan ekspor terdahulu mencapai 5%. Saat ini 3%," katanya.
Beberapa kendala mengelola tanaman teh antara lain kebutuhan pembiayaan jangka panjang karena dari proses penanaman sampai panen dibutuhkan waktu empat tahun.
"Kontribusi PTPN 50% dari total produksi nasional. Cukup sulit karena kombinasi antara tanaman keras dan hortikultura. Dari sisi pemeliharaan pemupukan, anggaran akan ditambah Rp1 triliun menjadi total Rp3,5 triliun," tukasnya Elia.
Sementara itu, Ketua Jakarta Tea Buyers Association Farid Akbany mengatakan harga teh nasional selama 2016 jauh dari menggembirakan.
"Harga teh Indonesia selalu kalah dari harga teh di sentra produksi lain seperti Kenya, Sri Lanka dan India," ucapnya.
Menurutnya, pada periode 1990-an, produksi teh Indonesia pernah mengalami masa keemasan dan banyak diminati para pembeli dari mancanegara karena BUMN perkebunan selalu menjaga mutu dan kualitas produk.
Berbeda dengan situasi belakangan ini, kata Farid, kualitas teh yang tidak stabil mengakibatkan banyak pembeli yang merasa tidak dapat mengandalkan teh Indonesia untuk keperluan mereka.
Harga teh produksi lokal saat ini berkisar US$1, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pada 1992 yang mencapai US$4 per kg. (Ant/E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved