Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

80 Tahun Indonesia Merdeka, Transportasi Belum Bebas dari Penjajahan ODOL

Media Indonesia
18/8/2025 16:47
80 Tahun Indonesia Merdeka, Transportasi Belum Bebas dari Penjajahan ODOL
Ilustrasi(ANTARA/Hisar Sitanggang)

MESKI bangsa Indonesia telah bebas dari penjajahan asing, transportasi khususnya moda penyeberangan belum merdeka dari penjajahan muatan kendaraan berlebih atau disebut Over Dimension Over Load (ODOL).

"Sejak 2017, kebijakan Zero ODOL sudah enam kali ditunda. Penundaan ini bentuk kelalaian kebijakan yang berujung pada kebodohan kolektif, keselamatan diabaikan, kerugian ekonomi dibiarkan, dan masa depan transportasi nasional disandera kepentingan sesaat," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo, Minggu (17/8).

Khoiri mencatat sejumlah permasalahan muncul akibat kendaraan ODOL antara lain truk ODOL jadi pemicu berbagai kecelakaan di jalan raya dan kapal penyeberangan. "Kapal tenggelam karena beban berlebih, dermaga rusak, jalan nasional cepat hancur, dan korban jiwa berjatuhan," ujarnya.

Akibat kerusakan jalan yang dipicu ODOL juga ditanggung APBN/APBD yang bersumber dari pajak rakyat. Kapal ferry harus menanggung kerusakan konstruksi, mesin, dan risiko tenggelam. "Yang untung hanya segelintir pemilik truk ODOL, sementara kerugian dibebankan kepada bangsa," paparnya.

Di sisi lain, lanjut dia, operator ferry yang menolak kendaraan ODOL justru dimusuhi, bahkan dipaksa menerima dengan alasan menghindari keributan di lapangan. "Padahal aturan jelas melarang ODOL. Ini adalah ketidakadilan hukum dan ekonomi," ucapnya.

Menurut Khoiri, terhitung sejak 2017, pemerintah enam kali menunda kebijakan Zero ODOL. Alasannya, antara lain takut demo sopir dan kegaduhan politik, takut inflasi dan ekonomi biaya tinggi, takut turunnya elektabilitas jelang pemilu, dalih jumlah truk tidak cukup, dan dalih ekonomi belum siap. "Semua itu hanyalah alasan politik sesaat, bukan alasan keselamatan rakyat," kata Khoiri.

Khoiri pun berharap Zero ODOL benar-benar ditegakkan pada 2027 sehingga banyak manfaat bisa diperoleh seperti keselamatan rakyat meningkat, kapal dan jalan lebih aman, kerugian triliunan rupiah berkurang, dan APBN lebih hemat.

"Manfaat lainnya yakni ekonomi lebih sehat dan adil, tidak ada lagi kompetisi curang oleh pelaku ODOL, lapangan kerja baru tercipta, serta Indonesia diakui dunia sebagai negara beradab dalam menegakkan keselamatan transportasi," terangnya.

Untuk itu, lanjut Khoiri, Gapasdap berharap Presiden Prabowo Subianto turun tangan mengakhiri tarik ulur Zero ODOL dengan menerbitkan Perpres atau Inpres Zero ODOL sehingga tidak lagi mudah ditunda oleh pergantian pejabat.

Pihaknya juga meminta aparat penegak hukum dan Mahkamah Pelayaran tidak lagi menjadikan operator ferry sebagai kambing hitam dalam setiap kecelakaan akibat ODOL.

"Tanggung jawab hukum utama harus diarahkan kepada pelanggar aturan dan kebijakan yang membiarkan ODOL terus beroperasi," imbuhnya. Di sisi lain, seluruh stakeholder transportasi, mulai dari Kementerian Perhubungan, Bina Marga, aparat daerah, hingga asosiasi pengemudi truk, turut membangun kesadaran kolektif. "Jangan sampai kita menjadi bangsa bodoh secara kolektif dengan terus menunda keselamatan," tegas Khoiri.

Khoiri meminta pemerintah segera berani berpihak kepada keselamatan rakyat, keadilan ekonomi, dan kemajuan bangsa. "80 tahun Indonesia merdeka harus ditandai kemerdekaan baru, bebas dari penjajahan ODOL. Tanpa Zero ODOL, kita tidak pernah benar-benar merdeka," tutup Khoir.(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya