Headline

Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.

Legislator Ungkap Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang di Jawa Timur

Ihfa Firdausya
11/8/2025 11:44
Legislator Ungkap Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang di Jawa Timur
Ilustrasi.(freepik)

SEJUMLAH gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan Bondowoso, Jawa Timur, dipenuhi tumpukan gula pasir yang belum terjual. Pada saat yang sama, gula rafinasi membanjiri pasar. Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan saat melakukan audiensi dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dan General Manager (GM) pabrik gula di Regional 4 Jawa Timur, di Pabrik Gula (PG) Prajekan, Bondowoso, Jawa Timur, Minggu (10/8).

Dari pertemuan tersebut, terungkap angka-angka yang mencengangkan. Di PG Prajekan, sebanyak 4.600 ton gula belum terjual, senilai sekitar Rp60 miliar. PG Assembagoes, Situbondo, sebanyak 5.000 ton gula tersisa di gudang, setara Rp50 miliar.

Kemudian di PG Panji, sebanyak 2.500 ton gula menumpuk, nilainya sekitar Rp36 miliar. Dan di PG Wringin Anom, sebanyak 3.900 ton gula tidak terserap pasar selama delapan periode terakhir.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran serius di kalangan petani tebu. Sebab, hasil panen yang sudah digiling belum dibayar, sementara beban biaya produksi terus menghimpit.

“Ini ibarat nyawa di tenggorokan. Petani sudah menunggu pembayaran, tapi gula tidak laku di pasaran,” kata GM PG Prajekan Chandra Sakri Widjaja dalam keterangan yang dikutip, Senin (11/8).

Masalah tersebut dipicu oleh peredaran gula rafinasi di pasar yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman. Gula rafinasi dikenal berwarna lebih putih, memiliki rasa yang tidak semanis gula pasir biasa, dan harganya lebih murah.

Di pasaran, gula rafinasi dijual sekitar Rp13.600 per kilogram, sedangkan gula produksi pabrik rakyat berada di kisaran Rp14.400. Harga acuan penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah adalah Rp14.500 per kilogram.

Akibat stagnasi penjualan,  kata dia, pembayaran kepada petani tertunda. GM PG Assembagoes Mulyono mengaku sudah empat periode giling belum bisa membayar petani.

Menurutnya, petani belum menerima pembayaran, padahal tebu mereka sudah digiling. Bahkan, sisa gula dari musim giling sebelumnya masih mencapai 140 ribu ton yang belum terserap pasar.

Sepekan lalu, pengurus APTRI Pusat berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mencari solusi. Salah satu opsi yang dibahas ialah pembelian sementara gula oleh PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) menggunakan dana dari Danantara.

Skema itu,  diharapkan bisa membantu mengosongkan gudang dan memberi nafas segar pada petani. Namun,  Nasim mengingatkan bahwa itu hanya solusi jangka pendek. Pihaknya akan mendesak pemerintah untuk segera turun tangan mengatasi persoalan itu, sehingga gula yang menumpuk di gudang bisa segera terjual, dan para petani bisa mendapatkan bayaran.

"Kalau bisa tidak menunggu minggu depan, besok pun harus ada keputusan. Di regional ini saja, ratusan miliar rupiah belum terbayar. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan,” ujar legislator Fraksi PKB itu.

Nasim menegaskan bahwa Indonesia sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan gula nasional tanpa harus bergantung pada impor, asalkan tata niaga diatur dengan benar dan petani diberi perlindungan harga.

“Kami yakin SDM kita siap untuk swasembada. Tapi kalau pasar dibanjiri rafinasi, petani kita akan kehilangan semangat,” pungkasnya. (H-4)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya