Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Sektor Riil masih Lesu, Pemerintah malah Perbanyak Pungutan

Insi Nantika Jelita
16/7/2025 03:10
Sektor Riil masih Lesu, Pemerintah malah Perbanyak Pungutan
Pelaku UMKM menjual sepatu melalui siaran langsung di salah satu lokapasar di rumah produksi sepatu Lalaki Footwear, Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat.(ANTARA/Abdan Syakura)

KETUA Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi mendesak pemerintah menunda implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 37/2025 yang mewajibkan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), seperti marketplace dan e-commerce, untuk memungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari para pedagang (merchant) online.

Tulus menilai, penerapan kebijakan ini justru menjadi kontraproduktif di tengah kondisi ekonomi nasional yang sedang melemah. Ia menegaskan saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberlakukan pungutan tambahan, terutama karena sektor riil masih dalam kondisi berdarah-darah.

"Sebaiknya kebijakan ini ditunda sampai ekonomi di sektor riil benar-benar membaik," ujar Tulus, Selasa (15/7).

Menurutnya, kebijakan perpajakan seperti ini justru memberikan disinsentif bagi pelaku usaha dan masyarakat, alih-alih mendorong pemulihan ekonomi. 

Tulus menuding langkah pemerintah tersebut berorientasi pada upaya mengejar target penerimaan negara, ketimbang mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih, pada tahun ini pemerintah dihadapkan pada kewajiban pembayaran bunga utang yang mencapai Rp550 triliun.

"Tentu saja kebijakan ini diarahkan untuk mengejar target, apalagi ada utang jumbo. Makanya, jurus yang dipakai adalah memajaki rakyat," kritiknya.

Harusnya selektif
Hal senada disampaikan Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo. Dia meminta agar kebijakan pemungutan pajak di sektor e-commerce ditinjau ulang, terutama dampaknya terhadap konsumen kecil.

"Kebijakan ini patut dikaji ulang," tegasnya.

YLKI mendorong pemerintah untuk lebih selektif dalam menerapkan pajak di sektor digital. Menurut Rio, tidak semua transaksi online layak dikenai pungutan. Ia mencontohkan, jika barang yang dijual di e-commerce hanya seharga Rp5.000 hingga Rp10.000, akan sangat memberatkan jika tetap dikenakan pajak.

"Kalau untuk barang dengan harga di bawah Rp100.000, sebaiknya tidak dikenakan pajak agar UMKM tidak terbebani dan pada akhirnya tidak membebankan konsumen," tuturnya. (Ins/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik