Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
FORUM Urun Rembug Nasional yang terdiri lebih dari 105 federasi dan tujuh konfederasi serikat buruh se-Tanah Air telah merumuskan RUU Ketenagakerjaan untuk memperbaiki UU Omnibus Law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.
Penyusunan draft UU Ketenagakerjaan versi pekerja/buruh tersebut dilakukan juga karena sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XXI/2023, yang menyatakan UU Ketenagakerjaan perlu diperbarui dan dipisahkan dari UU Cipta Kerja. MK berpandangan banyak pasal di UU Ketenagakerjaan yang inkonstitusional.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) hasil Kongres ke-10 Jumhur Hidayat menjelaskan RUU Ketenagakerjaan versi pekerja/buruh tersebut telah siap untuk diajukan ke DPR dalam waktu dekat.
“Kita sudah merumuskan itu dan siap untuk menjadi bahan dialog kita dengan DPR dan pemerintah,” ujar Jumhur dalam acara dialog dan penyerapan aspirasi masalah ketenagakerjaan di Jakarta Selatan, Rabu (2/7).
Ia mengungkapkan, beberapa isu yang menjadi sorotan dan krusial untuk disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama DPR. Pertama, meminta agar status pekerja platform digital, termasuk pengemudi daring (ojol), dianggap sebagai pekerja dalam hubungan kerja tradisional.
Hal ini juga mengingat telah ada kesepakatan di tingkat Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam Konferensi Buruh Internasional (ILC) ke-113 di Jenewa, Swiss, Juni lalu. Mayoritas delegasi buruh dari berbagai negara sepakat untuk mengganti istilah ‘mitra ojek online’ menjadi ‘Pekerja Platform Digital’.
Kedua, lanjut Jumhur, agar praktik alih daya (outsourcing) tidak dijalankan secara ugal-ugalan. “Jadi job security, social security, dan income security ini yang harus dipastikan di dalam undang-undang kita,” kata Jumhur.
Ketiga, Forum Urun Rembug Nasional juga menyoroti mudahnya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia. “Kita minta itu dikembalikan ke sistem yang lama di mana orang yang mau masuk ke Indonesia untuk bekerja tidak boleh dengan mudah mengambil hak orang Indonesia untuk bekerja. Karenanya harus ada syarat-syarat seperti dulu lagi,” beber Jumhur.
Ketua Majelis Penasihat Organisasi (MPO) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban ojol berhak menyandang status pekerja dan mendapatkan jaminan sosia, jaminan upah, jaminan kesehatan, dan hak-hak sebagai pekerja lainnya.
Menurutnya, pekerja platform digital, dalam hal ini juru mudi daring, di negara-negara lain sudah diperlakukan dengan benar. “Kenapa kita justru mengeksploitasi mereka. Di organisasi internasional kan sudah disepakati status mereka sebagai pekerja. Indonesia tidak bisa mengelak,” tandas Rekson.
Ia mengingatkan pemilik bisnis platform bahwa mereka menjual saham ke publik. Jika mereka menjalankan praktik dehumanisasi akan memengaruhi nilai saham mereka baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Kemudian, kita menyoroti liberalisasi outsourcing yang tanpa batasan. Harus ada batasan secara waktu dan sifat pekerjaannya. Tidak boleh semua sektor pekerjaan diperlakukan dengan outsourcing,”
Selain persoalan pekerja platfom digital dan alih daya, isu lain lain yang dipandang Forum Urun Rembug Nasional belum diatur secara baik dalam UU Ketenagakerjaan adalah pekerja rumah tangga (PRT), kelautan, perikanan, perkebunan. (Cah/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved