Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Realisasi Kesepakatan Paris di 2018

Richaldo Y Hariandja
20/11/2016 05:30
Realisasi Kesepakatan Paris di 2018
(AFP / STEPHANE DE SAKUTIN)

Negara berkembang sebenarnya meminta implementasi CMA dapat dilakukan pada 2017 demi strategi pengurangan emisi gas rumah kaca.

KONFERENSI Perubahan Iklim PBB ke-22 (Conference of Parties-CoP22) akhirnya memutuskan forum pengambilan keputusan tertinggi untuk melaksanakan Kesepakatan Paris (CMA) dilakukan pada 2018. Hal itu merupakan hasil keputusan final dari perhelatan CoP22, di Marrakesh, Maroko, yang resmi ditutup Sabtu (19/11) dini hari waktu setempat.

"Sidang penutupan berlangsung alot dan panjang. Akhirnya keinginan kelompok negara maju agar pelaksanaan CMA diundur pada 2018 terkabul," ucap Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nur Masripatin saat yang dijumpai di lokasi CoP22.

Menurut Nur, negara berkembang sebenarnya meminta implementasi CMA dapat dilakukan pada 2017. Pasalnya, negara berkembang harus mempersiapkan strategi pelaksanaan kontribusi nasional yang diniatkan untuk pengurangan emisi gas rumah kaca (NDC) setiap negara, sambil negara maju melakukan pendanaan.

CMA sendiri merupakan kesepakatan internasional berbasis hukum untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pasca-2020. Terdapat sejumlah poin penting dari CMA, di antaranya upaya mengurangi emisi ambang batas kenaikan suhu bumi hingga di bawah 2 derajat celsius.

Hal lain yang penting dan cukup alot dibahas ialah soal pendanaan dari negara maju bagi negara berkembang untuk membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan, serta sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi secara transparan.

Lebih jauh Nur menjelaskan, konsekuensi dari keputusan tersebut ialah forum Ad hoc Kesepakatan Paris (Ad hoc Working Group on the Paris Agreement/APA) yang dibentuk pada pertemuan Bonn, Jerman, Mei 2016 lalu, untuk menindaklanjuti adopsi Kesepakatan Paris diberi tugas untuk mempersiapkan instrumen termasuk evaluasi terhadap kesiapan dari setiap negara, baru bisa melakukan tugasnya pada 2018 nanti.

Akan tetapi, lanjut Nur, tidak menutup kemungkinan untuk CMA dapat dijalankan lebih cepat dari 2018. Menurutnya, 2018 menjadi batas paling lambat. Oleh karena itu APA akan diminta untuk turut mengkaji kesiapan dari setiap negara dalam mempersiapkan program kerja implementasi Kesepakatan Paris.

Dalam kesempatan tersebut, Nur yang juga merupakan Ketua Negosiator RI menyampaikan tanggapan terakhirnya dalam penutupan sidang. Dirinya mengingatkan agar pendanaan yang sudah terjamin benar-benar dapat dikeluarkan oleh negara maju.

Jalan pintas

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar saat ditemui sebelum penutupan sidang CoP22 menyadari jika pendanaan menjadi salah satu aspek yang berlarut-larut dinegosiasikan. Oleh karena itu, Indonesia akan mengambil jalan pintas berupa kerja sama bilateral untuk menyiasati hal tersebut.

"Jadi lebih kerja sama antarnegara saja, bisa dua hingga tiga negara, dan itu prosesnya tidak ribet," ucap Siti.

Indonesia, dikatakan dia, sudah memiliki banyak kerja sama bilateral dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk perubahan iklim. Negara-negara yang membantu di antaranya Norwegia, Denmark, Inggris, Jepang, dan Amerika.

Dalam CoP tersebut, Siti menyatakan telah menjalani beberapa kali pertemuan bilateral yang dapat berujung pada bantuan pendanaan. "Kemarin ada Kanada yang menyatakan ketertarikannya untuk membantu kita. Jadi setelah pulang saya kan benahi seluruh administrasi dan pemetaan pendanaan dan bantuan yang kita terima," tukas dia. (E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya