Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) optimistis tingkat keuangan inklusif akan mencapai target 75% pada 2019. Salah satu upaya yang ditempuh pihaknya ialah dengan menjajaki penyempurnaan kebijakan untuk layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai).
"Berdasar survei kami terakhir, sudah sekitar 50% penduduk Indonesia terjangkau layanan keuangan. Jadi tinggal sedikit lagi, kita dorong dengan beberapa kebijakan baru," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad dalam Seminar Laku Pandai: Peran dan Tantangan dalam Inklusi Keuangan, yang digelar Media Group di Hotel JW Marriott, Jakarta, kemarin.
Kebijakan itu antara lain mengembangkan kapabilitas para agen selaku pihak ketiga dari bank-bank pelaksana Laku Pandai agar mampu memberi layanan lebih banyak bagi nasabah. Selama ini, agen pada umumnya masih berkutat pada produk sederhana seperti tabungan, pembayaran listrik, dan penjualan pulsa.
Di masa mendatang, OJK ingin agen bisa menawarkan produk yang lebih kompleks seperti pembiayaan maupun asuransi mikro. "Untuk penerapannya, bank harus menyeleksi agen yang bisa memberi layanan produk lebih banyak, mengingat kesiapan agen yang mewakili bank tidak selalu sama, ada yang baru mulai dan ada yang sudah expert," ujar Muliaman.
Kebijakan itu, imbuhnya, juga memungkinkan para agen untuk memperoleh tambahan pemasukan dan peningkatan kesejahteraan. Selama ini, mereka bergantung pada jumlah dana penjaminan yang harus disetor ke bank.
"Mekanisme mitigasi risiko yang memadai tanpa perlu ada setoran formal menjadi penting agar kemampuan agen menjadi lebih besar dan tidak dibatasi likuiditas," ungkapnya.
Adapun agen Laku Pandai yang per Juni 2016 berjumlah 104.707 ditargetkan menjadi 300 ribu hingga akhir tahun ini. Dengan upaya-upaya itu, peningkatan euangan inklusif diyakini Muliaman kian cepat.
"World Economic Forum dalam risetnya sudah menyimpulkan, tanpa keuangan inklusif, tidak akan ada pertumbuhan ekonomi yang inklusif," tuturnya.
Tepat
Dalam kesempatan sama, pakar ekonomi M Chatib Basri menilai aksi regulator untuk menggenjot keuangan inklusif sudah tepat. Menurut dia, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi masih berkisar 5%, lapangan kerja sektor formal belum cukup untuk menampung tenaga kerja yang ada. Alhasil, sekitar 64%-nya ada di sektor informal. Mereka itulah yang acap tidak terjangkau perbankan konvensional.
Ia juga mengingatkan, untuk mencapai pertumbuhan 6% yang dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja, kontribusi tabungan yang baru sekitar 20% dari produk domestik bruto pun perlu dipacu. "Dalam hal ini peranan financial inclusion jadi sangat penting," ujar eks menteri keuangan itu.
Mendorong keuangan inklusif, lanjutnya, pada saat sama juga meningkatkan partisipasi kaum hawa dalam perekonomian. Chatib mengemukakan, selama ini banyak perempuan tidak masuk pasar kerja karena fokus pada aktivitas rumah tangga. Namun, jika ada kemudahan akses kredit oleh agen dan bank, mereka bisa bekerja atau membuka usaha dari rumah.
Dari kalangan bankir, Direktur Utama PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk Jerry Ng mengemukakan pihaknya sudah menjalankan Laku Pandai lewat BTPN Wow! sejak 2015.
Layanan itu berbasis teknologi ponsel dan didukung jaringan agen untuk transaksi perbankan, seperti pembukaan rekening, tarik, dan setor uang. Per Oktober 2016, BTPN memiliki 131 ribu agen dan 2,2 juta nasabah.
Untuk mengembangkan BTPN Wow!, pihaknya menggandeng sejumlah pihak, termasuk perusahaan e-commerce Kudo. Dengan kerja sama itu, agen BTPN Wow! bisa merangkap sebagai agen Kudo. Masyarakat di pelosok daerah pun bisa bertransaksi barang lewat agen tersebut.
"Kami bantu agen (BTPN Wow!) menjadi agen Kudo untuk membangun usaha kecil. Sekaligus kami cetak 131 ribu pengusaha baru," ujar Jerry. (Ant/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved