Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Penyelamatan Jangka Pendek Terabaikan

MI/TESA OKTIANA
13/9/2015 00:00
Penyelamatan Jangka Pendek Terabaikan
(ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)
PEMERINTAH optimistis deregulasi dan debirokratisasi yang dituangkan dalam paket kebijakan ekonomi jilid I mampu menstimulasi perekonomian agar terus bertumbuh.

Namun, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryani Motik menilai substansi paket kebijakan jilid I tidak banyak memunculkan mitigasi jangka pendek, utamanya untuk menolong sektor riil yang begitu terpukul akibat lesunya situasi ekonomi.

"Ini masih banyak jangka menengah bahkan ada juga jangka panjangnya. Padahal, yang dibutuhkan sekarang kan langkah penyelamatan di jangka pendek. Sektor riil atau industri kalau mau diibaratkan sudah mau tenggelam, airnya sudah sampai ke leher," ucap Motik, sapaan akrabnya, dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin.

Suramnya situasi industri digambarkan Motik dengan banyaknya pabrik yang sengaja memangkas waktu kerja agar biaya lebih kecil. Pun, penurunan produksi rerata sampai 30%.

Kendati demikian, Motik tetap mengapresiasi langkah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan yang dianggapnya cukup positif. Salah satu poin yang ditekankan dalam paket kebijakan mencakup simplifikasi perizinan untuk mendukung ekspor.

Motik menyatakan yang terpenting sesungguhnya ialah kebijakan yang dirasakan langsung, seperti subsidi bunga untuk ekspor. Ia juga mendesak pemerintah melalui kebijakan bank sentral segera memangkas suku bunga acuan, BI rate.

"Pemerintah sering tagih ke pelaku industri untuk mempercepat ekspor. Bagaimana bisa dipercepat kalau dukungannya saja minim?" cetus wanita berkacamata itu.

Motik berharap paket kebijakan jilid II yang dijanjikan akan segera terbit lebih berbentuk stimulus jangka pendek. Ia langsung merujuk ke besaran tarif listrik bagi kebutuhan industri yang dirasa masih tinggi.

"Coba lihat negara tetangga seperti Vietnam, mereka tarif listriknya 6 sen per kWh, sedangkan kita 10 sen per kWh. Bagaimana bisa bersaing jika daya saing kita lemah?" urainya.

Staf Khusus Kementerian Keuangan Arif Budimanta mengatakan rumusan kebijakan jilid I sebenarnya juga berangkat dari masukan industrialis.

Jauh sebelum peluncuran paket kebijakan, pemerintah telah melakukan upaya penyelamatan jangka pendek. Arif mencontohkan keluhan terhadap daya beli masyarakat yang berdampak pada lesunya sektor industri. Pemerintah lalu menaikkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp34 juta menjadi Rp36 juta per tahun.

"Itu juga cara pemerintah menstimulasi daya beli masyarakat agar mampu membelanjakan uangnya dan sektor industri kembali bergairah. Kami paham kebijakan yang dibuat belum sepenuhnya sempurna. Maka dari itu kajian terus dilakukan," pungkas Arif.

Turunkan bunga
Dari sisi suku bunga, Arif menyatakan pemerintah telah mengupayakan penurunan bunga kredit usaha rakyat (KUR). Suku bunga KUR 2015 telah diturunkan dari 22% menjadi 12%. Diharapkan, suku bunga kembali turun menjadi 9% di awal tahun mendatang.

Dalam diskusi yang sama, Ketua Populi Center Nico Harjanto mengingatkan pemerintah pusat agar jangan sampai mengesampingkan peranan pemerintah daerah. Dengan adanya momentum pemilihan kepala daerah, realisasi penyerapan transfer dana daerah atau desa bisa terganjal. Apalagi dengan banyaknya kepala daerah yang dijabat sementara dengan status pelaksana tugas (plt). Kewenangan yang dimiliki plt tidak penuh sehingga sulit untuk mengeksekusi program pembangunan. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya