Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Kisah tentang Samuel Ray, kreator konten dengan tema”Frugal Living, Karier, Keluarga,” yang bertekad menikah tanpa bantuan orang tua serta tanpa utang dikupas dalam Instagram Live @lps_idic, Jumat (25/8). Tanpa segan, Samuel Ray juga mengaku setelah menikah sempat tinggal bersama orang tuanya agar bisa berhemat dan menabung untuk mengumpulkan uang muka KPR.
”Ketika ingin menikah apa adanya, yang tentu akan berdampak pada segi acara, kami membicarakannya dengan kedua belah pihak orang tua, memberi pengertian pada mereka. Isu ini penting karena belakangan muncul bahasan tentang utang biaya resepsi pernikahan yang bahkan belum lunas hingga pasangan itu punya anak satu bahkan dua,” kata Samuel Ray tentang keputusan yang ia ambil bersama sang istri, Claudya yang juga manajer sekaligus mitranya dalam berkonten.
Dalam diskusi bertema Berani Hutang, Berani Mengelola yang diselenggarakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu Samuel memaparkan tentang dua jenis utang. Pertama, utang produktif yang digunakan untuk mengembangkan usaha. Uang diputar kembali untuk menghasilkan keuntungan. Kedua, utang konsumtif yang digunakan untuk membeli barang yang nilainya akan berkurang seiring waktu berlalu.
”Pemahaman dasar itu yang bisa menjadi pijakan kita untuk menentukan apakah kita bisa mengambil utang tertentu. Kami sendiri memilih fokus menabung dengan tinggal bersama orang tua agar bisa menambah uang muka dan mengurangi besaran utang cicilan,” ujar Samuel.
Gara-gara FOMO
Samuel menyoroti utang konsumtif yang saat ini banyak dimiliki kaum urban akibat fenomena fear of missing out (FOMO). Sekelompok orang sampai berani berutang untuk memenuhi standar gaya hidup tertentu yang tak sepadan dengan kondisi keuangannya.
”Misalnya kita memaksakan membeli ponsel yang saya sebut bermerek buah-buahan hanya untuk gaya hidup. Fenomena lainnya, bagaimana mobil-mobil yang bagus, nilainya akan turun ketika dijual, ini seharusnya menjadi pertimbangan membeli mobil sesuai keinginan atau kebutuhan,” kata Samuel yang salah satu kampanye yang diusungnya adalah gaya hidup frugal hingga ia bisa bebas utang pada usia 35 tahun, termasuk menyelesaikan utang KPR yang diambilnya di tahun ketiga pernikahan.
Kepala Tim Komunikasi Publik LPS Anggia Raniardhy yang memandu acara itu memaparkan tugas lembaganya adalah menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan. Salah satu wujudnya adalah mendukung upaya literasi dan inklusi keuangan, termasuk edukasi tentang perencanaan keuangan yang baik, mengatasi perilaku konsumtif, terhindar dari lilitan utang, serta memahami produk dan jasa keuangan yang aman.
Samuel yang mengaku telah sepenuhnya hidup sebagai kreator konten setelah mengundurkan diri dari bank tempatnya bekerja, tentunya setelah KPR-nya lunas juga menegaskan, pengambilan keputusan terkait keuangan akan sangat berpengaruh sekaligus dilatarbelakangi nilai-nilai yang dianut. ”Misalnya saya memutuskan bekerja dengan alokasi waktu yang memungkinkan masih ada waktu untuk anak dan istri, Konsekuensinya tentu pada besaran anggaran yang diterima, tapi apakah itu membuat saya dan istri juga happy, itu perlu disepakati,” kata Samuel sembari membocorkan, diskusi tentang pengelolaan keuangan, sumber, besaran dan pengeluaran bersama pasangan dirasa romantis bagi dirinya dan istri. ”Karena kami jadi lebih terbuka, berusaha saling memahami.”
Terkait pengelolaan utang, lebih lanjut, Samuel memaparkan tentang kondisi bebas finansial atau financial freedom diraih ketika seseorang terbebas dari segala jenis utang, memiliki penghasilan pasif yang bisa mencukupi kebutuhan hidup, dan terlindungi secara finansial dari segala bentuk risiko yang ada.
Membeli dengan cermat, Berinvestasi cerdas
”Untuk meraihnya bukan hal yang mudah, lazimnya kita tidak diajarkan dan mendapat edukasi yang baik soal ini. Frugal living adalah salah satu caranya, berbeda dengan minimalism, frugal living merupakan gaya hidup cermat atas pengeluaran sehingga bisa mewujudkan pensiun dini atau Financial Independent Retire Early (FIRE). Mencermati pengeluaran kita sehingga barang-barang yang dibeli benar-benar mendatangkan nilai. Nah, kalau minimalism hanya sampai di situ. Tetapi, kalau frugal living ada kaitannya dengan target FIRE sehingga terkait sistem investasi. Rumusnya, sesesorang bisa hidup bebas tanpa mencari uang dengan total 4% dari dana investasi yang dimilikinya.”
Hitung-hitunganya, seseorang yang punya uang di pasar saham, akan merasa hidup bebas bila sudah bisa menarik uang sebesar empat persen sebagai pengeluarannya setiap bulan. Misalnya, pengeluarannya Rp10 juta per bulan, maka dalam satu tahun dibutuhkan Rp120 juta. Nilai Rp120 juta itu dikali 25 untuk mencapai 100% yaitu Rp3 M. ”Artinya, kamu harus bisa menabung dengan total investasi sebesar Rp3 M untuk bisa merasakan bebas finansial, sehingga bisa melakukan apa yang ingin dilakukan, seperti pensiun dini hingga keliling dunia,'" tegasnya.
Samuel menegaskan, frugal living tidak sama dengan hidup pelit Konsep hidup yang diterapkan memang sama-sama menyisihkan uang dan menghindari pembelian boros. ”Bedanya, frugal tetap bisa membeli barang-barang dengan harga yang cukup mahal namun sesuai kebutuhan, sedangkan gaya hidup pelit lebih tertarik apa-apa maunya murah. Aku yang frugal membeli Mac Mini karena sesuai kebutuhan,”
Para muda, investor ritel pengungkit literasi keuangan
Kisah tentang isu-isu terkini terkait pengelolaan keuangan dan produk perbankan itu juga dipaparkan Ketua Dewan Komisioner Purbaya Yudhi Sadewa dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2023 yang bertema Rising Stars: Young Entrepreneurs Shine in Financial Investing pada Senin (14/8). LIKE IT diselenggarakan Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan Melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK) yang beranggotakan LPS, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
”Indeks literasi keuangan kita saat ini mencapai 49,68% dan tahun depan ditargetkan mencapai 53%, sementara indeks iknlusi keuangan saat ini 85,10% dan diharapkan naik menjadi 88%. Salah satu upaya mendorong itu adalah mengobarkan semangat generasi muda pelaku usaha, untuk mengelola aset keuangan yang dapat mendukung kestabilan usaha sekaligus mendukung pembiayaan pembangunan Indonesia. Perhatian pada investor ritel, generasi muda, termauk yang memiliki bisnis sangat penting karena melalui mereka yang sangat aktif di media sosial kita bisa semakin mengkampanyekan kalau nabung ya di bank, nabung di bank aman karena ada LPS,” kata Purbaya.
Anomali Coffe dan ButtonScarves
Kisah tentang interaksi anak muda, dunia wirausaha dan sistem keuangan itu dikupas oleh Irvan Helmi, pendiri Anomali Coffee, dan kedai cokelat Pipiltin Cocoa yang juga menjadi nara sumber pada acara LIKE IT.
”Saya sekarang menganggap usaha yang saya dirikan adalah bentuk investasi sehingga saat mengambil keputusan ya dalam kacamata investor, termasuk ketika berinteraksi dengan produk-produk keuangan serta aspek bisnis lainnya. Namun, saat memulai pada 2004 di tahun terakhir kuliah, dengan mendirikan Anomali, saya sama sekali tidak bisa baca laporan keuangan sekalipun. Namun ini adalah perjalanan yang saya lalui, kalau sekarang ini setiap keputusan yang diambil harus jelas risiko dan peluangnya,” kata Irvan.
Hal senada juga diungkapkan CEO ButtonScarves Linda Anggrea yang berkisah tentang situasi bisnis di masa awal pandemi yang hanya menyisakan omset hingga 30% dari situasi sebelumnya. Ia terselamatkan berkat investasi. ”Padahal saat itu kami sedang beli kantor, menambah tim. Langkah saya adalah saya tidak ambil gaji sebagai CEO selama 3 bulan dan hidup semata dari keuntungan investasi yang dilakukan suami. Kuncinya ya plih investasi yang aman dong.” (X-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved