Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
HEAD of Mandiri Institute Teguh Yudho Wicaksono mengatakan meski ekonomi Indonesia sudah pulih dengan cukup solid, dengan tumbuh 5,17% pada kuartal II 2023, potensi risiko pasca pandemi masih membayangi perekonomian di 2023 dan 2024, dan bisa berdampak pada penerimaan perpajakan.
Pertama, kondisi geopolitik masih belum stabil, seperti perang antara Rusia dan Ukraina yang masih belum jelas penyelesaiannya. Sehingga belum terlihat adanya sinyal geopolitik akan mereda. Kedua, risiko dari inflasi yang masih relatif tinggi dan kebijakan tingkat suku bunga dari negara-negara maju yang akan mengikuti pernyataan bank sentral AS The Fed yang arahnya semakin hawkis.
Ketiga, terjadinya krisis pailit tiga perbankan AS di awal 2023, akibat The Fed menaikkan suku bunga sangat agresif. Ini merupakan risiko yang bisa terjadi.
Keempat dan kelima, perlambatan ekonomi dan resesi di beberapa negara terutama negara maju yang akan mempengaruhi permintaan untuk produk ekspor Indonesia. Sehingga berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Keenam, inflasi yang meski mulai melambat tetapi masih ada potensi untuk kembali relatif tinggi. Suku bunga acuan BI juga masih relatif tinggi. Ketujuh, resesi global sudah terjadi gitu dan berdampak pada permintaan eksternal Indonesia. Ini membuat surplus neraca perdagangan Indonesia semaki lama semakin mengecil.
“Ini beberapa risiko yang akan Indonesia hadapi ke depannya,” kata Yudho, dalam diskusi Sudah Tepatkah Arah Kebijakan Pajak Kita dalam RAPBN 2024, Selasa (29/8).
Satu aspek yang kita lihat cukup kritis terutama mengenai penerimaan perpajakan spesifik pajak pertambahan nilai (PPN). Data Mandiri Spending Index menunjukkan belanja masyarakat di 2023 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan 2022.
Pola konsumsi dari awal tahun 2023 hingga hingga Juli 2023 full month (ytd) tumbuh tinggi. Pada Juli 2023, belanja masyarakat tumbuh sebesar 31,8% dan volume belanja berupa belanja yang sudah dikurangi dari dampak harga itu tumbuh 27,8%.
Artinya konsumsi masyarakat cukup solid. Proyeksi belanja di 2024 diyakini akan lebih kuat. Konsumsi rumah tangga berdasarkan historis selalu tumbuh pada 1 tahun sebelum dan saat tahun Pemilu. Ini berkaca pada periode pemilu sebelumnya dimana konsumsi masyarakat tumbu 0,11%. Pada satu tahun sebelum Pemilu dan tumbuh 0,08% di tahun pemilunya.
“Kita bisa memperkirakan bahwa konsumsi nanti di 2024 akan meningkat. Ini tentu berdampak pada gambaran penerimaan perpajakan terutama dari segi PPN yang diharapkan tumbuh,” kata Yudho.
Salah satu perkembangan positif yang sudah dilakukan sejak 2014 hingga sekarang adalah pertama, pembangunan infrastruktur yang cukup masif, kemudian alokasi SDM terutama untuk pendidikan juga cukup besar, lalu juga kesehatan.Pemulihan ekonomi Indonesia juga relatif lebih cepat pascacovid dibandingkan negara-negara lain. Tentu saja Indonesia membutuhkan penerimaan pajak yang lebih besar untuk keluar dari kelas berpendapatan menengah.
Artinya pertumbuhan harus cepat dan penerimaan pajak harus lebih besar. Namun melihat trennya, sejak 2008 rasio penerimaan pajak terhadap PDB cenderung menurun. Kemudian, dia melihat sistem perpajakan Indonesia masih mencoba untuk menjadi optimal terkait dengan peranannya memperbaiki isu ketimpangan.
Sebab pajak merupakan instrumen fiskal yang bukan saja penerimaan tapi juga alat untuk memperbaiki ketimpangan masyarakat. Di banyak negara maju, misalnya, wajib pajak mendapatkan tax credit bagi yang berpendapatan di bawah UMR. Tujuannya untuk mendorong konsumsi. “Ini yang sebetulnya bisa dioptimalkan peranannya (di Indonesia),” kata Yudho.
Kemudian, administrasi perpajakan masih belum sepenuhnya efisien. Reformasi perpajakn yang dilakukan dengan sistem cortex digitalisasi bisa menurunkan potensi biaya bisnisnya. Lalu, basis perpajakan yang masih relatif terbatas, dan terakhir terkait ekonomi global yang melemah.
Dia katakan ada persoalan struktural dalam konteks penerimaan negara yang tidak hanya perpajakan. Penerimaan negara relatif terhadap PDB dibandingkan di negara-negara global, diketahui bahwa pada 2021 rasio penerimaan Indonesia sebesar 13,59%.
Dengan rasio ini Indonesia sejajar dengan negara-negara yang level pembangunannya relatif lebih rendah. Ini menjadi suatu tantangan sendiri, juga ada masalah struktural di sana. Rasio pajak terhadap PDB Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia, kecenderungannya sejak 2008 itu turun.
“Dibandingkan negara Asia Tenggara, Tax to GDP ratio Indonesia paling rendah dibandingkan dengan Thailand, Filipina, dan Malaysia. Sementara tren di negara-negara tetangga cenderung stabil atau meningkat,” kata Yudho.
Dengan target penerimaan negara perpajakan dalam RAPBN 2024 sebesar Rp2.307,9 triliun (tumbuh 8,9%), dengan tax to GDP ratio ditargetkan 10,7% pada RAPBN 2024, Yudho mengatakan sebetulnya angka tersebut sudah kembali lagi ke masa sebelum pandemi.
“Kami berhitung dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dan penerimaan perpajakan, kira-kira tax to DGP ratio itu 10,7% di 2024,” kata Yudho.
Penerimaan yang bersumber dari pajak saja diperkirakan tumbuh 9,2%. Dengan target PPh 2024, dia melihat bahwa ke depannya ada tantangan ekonomi global yang akan berdampak kepada perusahaan yang berorientasi ekspor dan profitabilitas, maka ini akan mempengaruhi pengumpulan PPH badan di 2024.
Sementara target PPN dia perkirakan mungkin untuk tercapai, melihat konsumsi yang cukup solid, dan biasanya bergerak cukup stabil pada sekitar 5 hingga 5,3%, didukung momentum pemilu di 2024.
Rasio pajak terhadap PDB yang sehat penting untuk pertumbuhan ekonomi. Pada satu studi, bahwa tax to GDP ratio yang dibutuhkan oleh suatu negara agar pertumbuhannya bisa akselerasi 6% - 7%, setidaknya tax to GDP ratio harus sekitar 12,88% atau lebih tinggi.
“Studi IMF, menunjukkan bahwa rasio pajak yang lebih besar dari 12,88%, atau negara yang menembus stres negara yang menembus tax to GDP ratio di atas 12,88%, dalam 3 tahun sesudahnya itu pertumbuhannya mengalami akselerasi,” kata Yudho. (E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved