BELUM lama ini, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) mengakuisisi saham anak usaha PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dengan total nilai transaksi mencapai Rp3,24 triliun. Saham anak usaha Krakatau Steel yang dibeli Chandra Asri yaitu 70% kepemilikan PT Krakatau Sarana Infrasruktur (KSI) atas PT Krakatau Daya Listrik (KDL) dan 49% kepemilikan KSI atas PT Krakatau Tirta Industri (KTI).
Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, mengatakan akuisisi ini lebih banyak nilai kebaikan. Dengan akuisisi ini justru ekosistem industri petrokimia menjadi lebih kuat. Pasokan air bersih sangat dibutuhkan oleh industri petrokimia.
"Dengan kerja sama kuat antara TPIA dengan KSI, kebutuhan industri petrokimia (TPIA) menjadi lebih terjamin pemenuhannya, sehingga TPIA bisa lebih maksimal dan efisien dalam berproduksi untuk melayani kebutuhan petrokima dalam negeri," kata Piter dalam keterangan tertulis, Minggu (12/3). Kerja sama antara TPIA dengan anak usahanya dapat mendorong pengembangan industri yang lebih baik dan ujungnya berdampak positif kepada wilayah sekitar termasuk diantaranya penciptaan kesempatan usaha dan lapangan kerja.
Baca juga: Sudah Saatnya Indonesia Gunakan Energi Nuklir secara Komersial
Di tempat berbeda, Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan langkah Chandra Asri mengakuisisi saham anak usaha KRAS bertujuan mengintegrasikan dan menyinergikan usaha kedua entitas. "Akuisisi saham KRAS oleh Chandra Asri akan terdapat integrasi usaha sehingga dapat mengamankan pasokan utilitas (air dan listrik yang merupakan komponen penting bagi industri), khususnya untuk Chandra Asri dan industri lain di wilayah Cilegon Banten karena ada alternatif suplai utilitas," jelasnya beberapa waktu lalu.
Selain itu, dengan akuisisi saham ini, Chandra Asri berharap ada sinergitas sehingga bisa lebih meningkatkan pasokan air dan listrik yang sudah ada semisal penggunaan pipa-pipa air minum berbahan baku bijih plastik HDPE PE100. "Bisnis listrik KRAS memiliki tiga pilar yaitu suplai listrik, maintenance dan EPC, serta energi terbarukan. Dengan akuisisi ini diharapkan dapat lebih mengembangkan produksi dan pemanfaatan energi baru terbarukan untuk mendukung target program net zero emission," papar Ignatius Warsito.
Baca juga: Februari, Perekrutan Karyawan Swasta Melonjak di Amerika Serikat
Pihaknya terus memacu pengembangan pertumbuhan industri petrokimia agar bisa lebih berdaya saing global. Salah satu upaya strategis yang dijalankan seiring tren pasar saat ini ialah mengakselerasi industri pertrokimia menerapkan prinsip ekonomi sirkular. "Pada industri petrokimia, implementasi ekonomi sirkular ini bisa melalui pendekatan dari konsep 5R, yakni reduce, reuse, recycle, refurbish, dan renew," katanya.
Konsep reduce ialah mengurangi penggunaan material berlebih dan energi dengan melakukan efisiensi bahan baku dan energi. Reuse ialah menggunakan bersama-sama aset yang ada secara berulang-ulang, antara lain dengan penggunaan sistem utilitas bersama dalam satu kawasan. Sedangkan, recycle menggunakan kembali material yang ada. "Konsep refurbish ialah memanjangkan daur hidup material atau menggunakan material yang sudah tidak terpakai menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat, seperti mendorong penggunaan waste sebagai energi alternatif untuk industri. Selanjutnya, renew itu memproritaskan penggunaan energi dan material terbarukan," papar Warsito.
Saat ini efisiensi energi sudah menjadi hal yang tidak asing di industri padat energi, seperti industri petrkomia. "Dalam hal ini, untuk industri petrokimia, study case pada industri pupuk yang dapat dijadikan best practice, antara lain substitusi sumber panas dari high pressure steam (HPS) ke medium pressure steam (MPS) pada pengering saringan molekuler," sebutnya. (Z-2)