Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
DEWAN Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi) memaparkan kendala kebutuhan rumah nasional di hadapan Komisi V DPR RI, belum lama ini.
Ketua Komisi V DPR Syaifullah Tamliha mengatakan, dalam audiensi di Gedung Nusantara Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, tersebut Apersi juga memberikan banyak masukan terkait percepatan penyediaan perumahan subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
"Apersi tak sekadar datang berkeluh kesah, tapi juga memberikan masukannya dalam bentuk makalah. Kita jadi lebih paham kendala yang ada di rumah subsidi yang bertujuan untuk MBR,” ungkap Syaifullah dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (23/8).
Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah mengatakan bisnis developer yang tergabung di Apersi saat ini dalam keadaan kurang kondusif. Di saat efek pandemi masih dirasakan, ada pula kendala dari pemerintah yang seharusnya menjadi mitra developer dalam membangun rumah subsidi.
Dalam hal ini Junaidi menyoroti salah satunya soal kenaikan harga rumah subsidi yang sudah dua tahun tidak mengalami kenaikan. Efek pandemi yang masih berlangsung dan naiknya bahan bangunan utama seperti besi dan semen membuat margin berkurang.
"Bahkan di beberapa daerah kenaikannya cukup signifikan, dan memilih tak menjual rumah subsidi. Idealnya kenaikannya 7%," jelasnya.
Baca juga: DPR Dukung Program Subsidi Rumah Rakyat untuk MBR
Tidak hanya itu, Junaidi menjelaskan bahwa dalam industri rumah subsidi yang merupakan program pemerintah yaitu Program Sejuta Rumah (PSR) juga masih terhambat kendala klasik yakni kuota yang tidak konsisten setiap tahunnya. Hal itu menyebabkan pasokan rumah tak maksimal.
Selain itu, kenaikan harga lahan dan ketersediaan yang semakin terbatas membuat anggota Apersi kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Junaidi memberikan masukan seharusnya ada sinkronisasi dalam penentuan kuota dan harga.
"Sinkronisasi ini akan meningkatkan dan menjaga konsistensi kuota KPR subsidi dan akan menjaga rumah subsidi tetap sejalan dengan biaya produksi," terangnya.
Di hadapan anggota DPR itu, Apersi juga telah membuat roadmap terkait optimalisasi ekosistem perumahan. Mulai dari urusan pembiayaan hingga land bank.
Pertama yang diharapkan Apersi ialah penyesuaian suku bunga berjenjang KPR subsidi FLPP. Lalu pemberian subsidi premi asuransi dan lembaganya. Selanjutnya percepatan program tabungan perumahan atau Tapera dan juga program KPR untuk masyarakat informal.
"Terkait lahan, kita berharap adanya percepatan operasional bank tanah. Peran Pemda juga dikuatkan untuk mengatasi berbagai kendala yang ada serta menetapkan zona hunian untuk MBR, membuat indeks kelayakan di masing-masing wilayahnya," tandas Junaidi. (Gan/X-12)
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, melontarkan apresiasi sekaligus tantangan kepada para pengembang rumah subsidi.
Pesona Kahuripan (PK) Group telah sukses membangun tidak kurang dari 14 ribu unit hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),
BADAN Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mendorong agar akad kredit Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hanya boleh dilakukan ketika rumah sudah siap huni.
Rumah subsidi yang semakin kecil tidak hanya berdampak pada kenyamanan fisik, tetapi juga mengganggu kualitas hubungan antara anggota keluarga.
Usulan rumah subsidi 14 meter persegi (m²) oleh Lippo Group menuai perhatian luas dan memicu perdebatan soal status serta regulasi.
Keberadaan rumah subsidi berukuran kecil menjadi krusial di kawasan perkotaan karena harga lahan cenderung tinggi dan ketersediaannya terbatas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved