Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
PT PLN (Persero) siap mendukung program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi atau listrik pada tahun ini. Langkah ini untuk mendukung upaya pemerintah dalam menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dalam hal impor LPG.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, saat ini impor LPG dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor LPG bisa mencapai Rp 67,8 triliun.
Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia Triwulan IV 2021 Menurun
Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi.
"Arahan Bapak Presiden Jokowi di Istana Bogor sudah jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke domestik. Salah satunya, konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi," ujar Darmawan dalam keterangan resmi, Selasa (15/2).
Tak hanya angka impor, langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak. Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp 71,5 triliun pada 2024.
Selain itu, saat ini pemakaian LPG dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal, kata Darmawan, subsidi LPG membebani APBN.
Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp 13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp6.500 untuk subsidi per kg LPG.
"Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500," ungkap Dirut PLN ini.
Kemudian, jika menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp 13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp 10.250.
Dengan melihat itu, harga keekonomian menggunakan LPG pun terbilang lebih mahal Rp 3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.
PLN menilai, konversi ke kompor induksi ini juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi, dari yang sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber energi domestik.
"Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan lainnya," pungkas Dirut PLN ini. (OL-6)
Untuk mengantisipasi lonjakan konsumsi energi khususnya gas elpiji 3 kg, Pertamina Patra Niaga menyiapkan tambahan pasokan sebesar 7,38 juta tabung.
Sepanjang awal Juni 2025, program ini menyasar sejumlah daerah di Sulawesi Tengah, dengan fokus utama mengedukasi masyarakat terkait penggunaan LPG yang aman dan benar di tingkat rumah tangga.
Untuk BBM, tersedia cadangan dengan ketahanan 8-13 hari, sedangkan LPG memiliki ketahanan hingga 5 hari.
PTK terus mendukung kebutuhan layanan marine services dalam memperkuat pasokan energi nasional, terutama selama bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri.
Kebijakan sub-pangkalan ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah untuk menghadirkan gas elpiji 3 kg bersubsidi sesuai harga eceran tertinggi (HET) kepada masyarakat.
Dengan langkah itu, lanjutnya, Disperindagkop UKM Riau berkomitmen menjaga kelancaran distribusi dan memastikan masyarakat yang berhak mendapatkan manfaat dari subsidi pemerintah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved