Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
BISNIS peer to peer (P2P) lending diprediksi bakal terus tumbuh pada tahun ini meski kondisi masih dilanda pandemi covid-19. Karena itu, dibutuhkan adaptasi manajemen pelaku fintech lending yang cepat untuk mengatasi berbagai tantangan.
Menurut Deputi Bidang Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan, pada 2021 ada dua hal yang jadi tantangan bagi industri fintech lending sekaligus perhatian regulator, yakni meningkatkan kualitas dan kontribusi pinjaman.
“Kualitas pinjaman bisa ditingkatkan dengan mempertajam credit scoring yang digunakan penyelenggara fintech lending. Terkait kontribusi, kami ingin pembiayaan bagi sektor produktif tersebut naik. Karena itu, pada POJK (peraturan OJK) diwajibkan menyalurkan pembiayaan produktif meskipun angkanya (besaran) masih kita olah,” ungkap dia dalam diskusi ekonomi digital, pekan lalu.
Sebelumnya, regulator merencanakan tiap penyelenggara fintech lending wajib menyalurkan pinjaman sebesar 40% untuk produktif. Otoritas juga berencana mewajibkan penyaluran pinjaman 25% ke luar Jawa. Namun, angka tersebut belum final lantaran masih dalam pembahasan.
Berdasarkan data OJK, penyaluran pinjaman fintech lending naik 102,44% year on year (yoy) pada Oktober 2020 sebesar Rp137,66 triliun. Sementara itu, pada outstanding pinjaman mencapai Rp13,24 triliun atau tumbuh 18,39% yoy.
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menyatakan tahun ini pinjaman fintech lending setidaknya mencapai angka Rp86 triliun. Pertumbuhan tersebut sudah terlihat sejak akhir 2020.
“Ternyata itu cepat sekali adaptasi dari machine learning atau credit scoring sehingga kesiapan untuk tumbuh kembali itu sudah terlihat di Oktober 2020. Pada November 2020, angkanya lebih dari Rp8,9 triliun,” kata dia.
Sebenarnya, menurut dia, pada 2020 AFPI memproyeksi pinjaman fintech lending bisa mencapai nilai Rp86 triliun. Namun, pandemi memberikan dampak pada perekonomian sehingga asosiasi merevisi proyeksi menjadi Rp60 triliun.
“Nah, kami yakin di 2021, angka Rp86 triliun itu adalah angka minimal yang bisa kami salurkan. Tentu saja dengan sangat membandingkan aspek manajemen risiko, perlindungan konsumen, dan lain-lain. Jadi, itu angka yang sangat realistis untuk dicapai pada 2021,” jelasnya.
Platform berizin
Saat ini berdasarkan data OJK, ada 151 perusahaan fintech P2P lending alias platform pinjaman daring yang terdaftar dan berizin. Jumlah itu berdasarkan data per 15 Desember 2020. Padahal, pada 7 Desember 2020, terdapat 152 fintech lending yang diawasi regulator.
Jumlah tersebut berkurang satu lantaran OJK membatalkan surat tanda bukti terdaftar terhadap satu entitas. Fintech yang dibatalkan surat terdaftarnya ialah PT Solusi Finansial Inklusif Indonesia (Telefin). (S-3)
Per Desember 2024, data OJK mencatat bahwa penyaluran fintech lending di luar Pulau Jawa masih sebesar 21,59% dari total penyaluran nasional.
Selama tujuh tahun hadir, Adapundi telah sukses dalam menyediakan akses pendanaan bagi lebih dari 700 ribu UMKM dan jutaan pengguna.
PLATFORM investasi asal Indonesia menjadi fintech pertama dalam program StratBox di bawah naungan PhiliFINNO dari Securities and Exchange Commission (SEC) Filipina.
Fintech di Indonesia dimulai dengan fokus memfasilitasi pembayaran online, sebagai respons terhadap maraknya transaksi online dan e-commerce.
PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) menegaskan komitmennya terhadap praktik penyaluran dana yang bertanggung jawab.
Aftech dan Privy Berkomitmen Memajukan Fintech Indonesia melalui Sinergi dan Kolaborasi
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved