Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Untuk Meringankan Rakyat

MI/ Iqbal Musyaffa
11/2/2015 00:00
Untuk Meringankan Rakyat
(MI/ANGGA YUNIAR)
KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) tengah menggodok wacana penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi hunian masyarakat menengah ke bawah dan reformulasi nilai jual objek pajak (NJOP).

Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan, kebijakan itu merupakan kebijakan pemerintah yang termasuk dalam komitmen Presiden Joko Widodo untuk menghadirkan negara dalam setiap permasalahan yang dihadapi warga, termasuk soal masalah pertanahan.

Ferry menegaskan tidak akan ada penghapusan PBB secara total sehingga pendapatan asli daerah tidak akan berkurang secara drastis. Hal itu sekaligus respons atas pro dan kontra dari pemerintah daerah yang datang menanggapi wacana tersebut.

"Saya kira enggak (mengurangi PAD) juga. Kami bersedia untuk bicara (dengan pemda). Tugas pemerintah kan memberikan keringanan bagi rakyat," cetusnya di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, apabila pemerintah hanya berorientasi pada peningkatan nominal jumlah penerimaan negara saja, negara tidak ubahnya 'tukang pungut' yang memberatkan masyarakat.

Selain itu, Ferry mengatakan pihaknya juga dalam proses mereformulasi harga tanah. Selama ini harga tanah yang ditetapkan dalam NJOP sangat berbeda jauh dengan harga tanah secara pasar.

"Nilai NJOP nanti akan mendekati harga pasar agar dapat dipakai pemerintah sebagai alat kontrol harga tanah," jelasnya.

Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman mengatakan DPR mendukung wacana penghapusan PBB tersebut.

"Soal penghapusan PBB kalau idenya dalam rangka memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat, saya kira akan terus kita dukung. Kebijakan yang memberikan manfaat bagi rakyat akan selalu didukung DPR," kata dia.

Jika kebijakan tersebut jadi dilakukan, ia menilai harus ada mekanisme yang perlu dibicarakan dengan Komisi II DPR. Hal itu termasuk masalah penerimaan pemerintah daerah yang hilang akibat penghapusan pajak.

Sumir
Di sisi lain, Wakil Ketua Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Agung Pambudi menilai yang perlu dicatat pemerintah ialah koordinasi antarkementerian terkait belum ada dan belum terlihat matang. Untuk itu, ia mengharapkan lintas kementerian betul-betul mengkaji wacana tersebut.

"Masih banyak silang pendapat," ujarnya saat dihubungi, kemarin.

Kemudian, menurutnya, masih belum jelas penghapusan PBB diterapkan untuk jenis bangunan apa saja meskipun sering disampaikan bahwa bangunan komersial akan tetap dikenai pajak.

"Bagaimana bangunan hunian yang digunakan untuk investasi dan bukan hanya sebagai tempat tinggal?"

Agung menyatakan pendapatan daerah yang dihasilkan dari PBB cukup signifikan. Setiap tahun secara rata-rata PBB berkontribusi sebesar 26%-27% terhadap pendapatan asli daerah.

"Kontribusi PBB cukup besar. Namun, memang secara rata-rata total PAD daerah dari PBB terhadap APBD hanya 10%. Namun, di beberapa daerah ada yang mencapai 30% seperti DKI Jakarta," tuturnya.

Penghapusan PBB juga merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah yang sebelumnya telah menetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah bahwa PBB menjadi wewenang daerah untuk meningkatkan pendapatan fiskal daerah.

Kepala daerah, menurut Agung, berwenang mengurangi ataupun menghapus pajak yang menjadi kewenangan daerah dengan mengecualikan pajak daerah. "Jangan kemudian penghapusan itu berlaku umum."(E-3)

[email protected]




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya