Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
INDEF memprediksi pertumbuhan kredit perbankan nasional di 2021 akan di kisaran 3%-3,5%, di bawah ekspektasi target Otoritas Jasa Keuangan yang 5%. Alasannya, dia melihat kemungkinan vaksin yang belum akan menyentuh 50% masyarakat.
"Karena dari Rp 5.000an triliun dilihat dari realisasi kredit hingga Oktober 2020, sejumlah 3%nya itu sudah cukup besar," kata Ekonom Indef Aviliani dalam webinar Economic Outlook 2021 tentang Geliat Industri Perbankan 2021, Rabu (25/11).
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan telah banyak mengeluarkan kebijakan stimulus pemulihan ekonomi. Bank pun telah berpartisipasi dalam pemulihan melalui restrukturisasi dan mengorbankan laba mereka yang menjadi turun.
Namun perlu pihak lain menerapkan kebijakan agar kredit bisa jalan, yaitu dengan menghidupkan sektor riil dan bisnis terlebih dahulu.
Pertama dari dana PEN bantuan langsung tunai, yang persoalan utama ada pada data yang menbuat realisasi terlambat dan diperkirakan mencapai 60% hingga akhir Desember.
"Kalau realisasi BLT bisa 100%, mestinya penyaluran kredit bisa lebih tinggi. Ini sebagai catatan untuk tahun depan BLT bantuan sosial dari Rp 200an triliun di 2020 menjadi Rp 110 triliun di 2021. Saya usulkan bantuan sosial justru harus tetap Rp 200 triliun. Ini slah satu untuk menggulirkan daya beli, yang berujung kepada kredit," kata Aviliani.
Kemudian, UMKM memang mendominasi 60% PDB, tetapi mayoritas berada di sektor perdagangan daripada rantai pasok (supply chain).
"Maka supply chain harus dikembangkan di 2021. Mereka yang saling bermitra supply chain antara UMKM dan perusahaan bisa diberi insentif," kata Aviliani.
Ketiga, dia melihat ada potensi baru di kredit yaitu pada sektor pariwisata. Ketiak pembatasan sosial dilontarkan, tempat wisata mulai didatangi. Pariwisata dia katakan, mampu menghidupi ekonomi 10 sektor dibawahnya.
"Kalau perlu dilombakan saja siapa yang bisa meningkatkan destinasi bisa diberi dana hibah," kata Aviliani.
Keempat, pertumbuhan kredit ini bisa didorong juga dari proyek pemerintah. Sebab pemerintah dianggarkan sebesar Rp 400 triliun untuk infrastruktur.
Baca juga : Likuiditas Bank Melimpah, Namun Waspadai Risiko Atas Kredit
Menurut pandangannya, mungkin ini bisa dibagi dua, yaitu infrastruktur yang benar-benar pemerintah belanjakan dan infrastruktur yang dijamin pemerintah.
Sebab bila proyek infrastruktur dijamin pemerintah, biasanya terjadi percepatan luar biasa, dan perbankan akan cepat menyalurkan.
"Menurut saya daripada penjaminanya diserahkan kepada lembaga penjaminan korporasi, akan lebih baik pemerintahnya langsung menjamin. Jadi memang harus ada kebijakan yang langsung. Karena kalau kebijakan melalui lembaga lain maka akan menjadi lambat," kata Aviliani.
Apalagi swasta kini tidak berani mengambil kredit murah dari pemerintah atau penempatan dana pemerintah yang murah meski bunganya hanya 80% dari BI rate. Alasannya mereka enggan berurusan dengan BPK atau keuangan negara.
"Ini alasan tidak banyak swasta yang meminta penempatan selain juga likuiditas lagi banyak," kata Aviliani.
Direktur Utama Bank BRI Sunarso mengatakan sebagai bank BUMN mengusahakan tumbuh kredit sebesar 4-5%.
"Karena BRI harus tumbuh di atas rata-rata industri," kata Sunarso.
Namun hal ini juga akan bergantung pada ada tidaknya permintaan kredit di tahun 2021. Ditekankan BRI mereka berbisnis mengikuti stimulus.
"Saya cuma membayangkan kalau tahun ini kami diberi target penyaluran KUR Rp 144 triliun. Asumsikan target dinaikkan, maka untuk KUR saja kami harus menyalurkan minimal Rp 140 triliun tahun depan. Kami harus pertajam lagi segmennya apa, sektornya kemana penyaluran kredit diarahkan. Maka sejak pandemi sasaran kredit BRI difokuskan kepada segmen mikro dan ultra mikro yang cepat kena, cepat pulih dan timbul permintaan kredit daripada segmen menengah dan korporasi," kata Sunarso. (OL-2)
DI tengah ketidakpastian pasar keuangan global, penurunan tarif bea masuk dari Amerika Serikat (AS) memberi ruang napas baru bagi sejumlah negara.
Indonesia dinilai memiliki posisi yang relatif lebih baik dalam menghadapi gelombang tarif baru dari AS.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI rate harus segera disambut pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Per kuartal II 2025 yang lalu, konsumsi swasta dan pemerintah menyumbang 62,53% terhadap PDB, sementara investasi menyumbang 27,83%.
SENIOR Economist DBS Bank Radhika Rao turut buka suara atas pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II yang mencapai 5,12%.
Transformasi digital menjadi kunci untuk memperkuat fondasi ekonomi daerah dan membawa Priangan Timur semakin maju serta berdaya saing.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI rate harus segera disambut pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) akan menggelar BCA Expo 2025 di Hall 5–10 ICE BSD City, Kabupaten Tangerang, pada 22–24 Agustus 2025.
PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) mencatatkan kinerja positif sepanjang semester I 2025. Penyaluran kredit tumbuh sebesar 5,97% secara tahunan (yoy) menjadi Rp1.416,62 triliun.
PT Bank Danamon Indonesia membukukan total kredit dan trade finance konsolidasi sebesar Rp195,7 triliun di sepanjang semeseter pertama 2025.
Di tengah peningkatan penyaluran kredit, kualitas kredit tetap terjaga, tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPL) gross sebesar 2,22% dan NPL net sebesar 0,84%.
Teknologi membuka peluang efisiensi baru — mulai dari underwriting yang lebih cepat dan presisi, hingga klaim otomasi dan prediksi risiko berbasis perilaku.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved