Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
KONSEP Shared Responsibility (RS) diyakini mampu mengembangkan produksi dan konsumsi minyak sawit berkelanjutan di Indonesia. Hal ini diangkapkan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dalam rangka mendorong transformasi pasar di negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
Direktur RSPO Indonesia Tiur Rumondang mengatakan, tingkat penyerapan minyak sawit berkelanjutan di Indonesia hanya sebesar 13% pada Juni 2020. Sehingga, konsep shared responsibility mendorong semua pemangku kepentingan dalam rantai pasok minyak sawit untuk mentransformasi pasar dan untuk meraih visi bersama RSPO untuk menjadikan minyak sawit berkelanjutan sebagai norma
"Shared Responsibility atau Tanggung Jawab Bersama bukan merupakan konsep yang baru bagi RSPO dan telah menjadi bagian dari kode etik anggota RSPO selama lebih dari lima tahun, setelah revisi Prinsip dan Kriteria (P&K) pada tahun 2017, hingga saat ini para pemangku kepentingan mengidentifikasi bahwa konsep Shared Responsibility perlu diidentifikasi dan dikembangkan lebih lanjut," ungkap Tiur dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (21/8).
Ia mengatakan, selama 14 tahun terakhir pihaknya telah melihat pertumbuhan yang impresif dalam produksi minyak sawit berkelanjutan. Namun, permintaannya tidak sebanding dengan suplai.
"Sehingga, ada keyakinan bahwa pembeli tidak mematuhi standar yang berlaku bagi produsen karena tidak adanya aturan mengenai hal itu,” kata Tiur.
Dalam mendukung pendekatan ini, Head of Market Transformation WWF-Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan, saat ini upaya bersama sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa produsen yang memproduksi minyak sawit secara berkelanjutan menerima manfaat yang seharusnya. Kemudian, konsumen bisa menggunakan daya beli mereka untuk memberikan insentif kepada produsen, terutama petani kecil.
"WWF mempromosikan penggunaan produk minyak sawit berkelanjutan di pasar domestik maupun pasar internasional, serta memberikan informasi yang relevan kemana pembeli bisa memperoleh sumber minyak sawit berkelanjutan dalam rangka mendukung para pelaku pasar," jelas dia.
Dalam komentarnya terhadap topik ini, Managing Director for Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement GAR Agus Purnomo mengatakan, selama ini beban yang signifikan hanya ditanggung oleh produsen kelapa sawit. Padahal, semua pihak perlu membuat aksi keberlanjutan sebagai sebuah tanggung jawab bersama yang dipikul bersama-sama.
Baca juga : Gandeng Universitas, Kemenlu Intensifkan Kampanye Kelapa Sawit
Agus mengatakan, GAR telah menjadi anggota RSPO sejak April 2011. Kini mereka memiliki 270.000 hektar perkebunan sawit yang telah mendapat sertifikasi RSPO dengan kapasitas produksi hingga 1,3 juta ton minyak sawit mentah (CPO).
Selain komitmen mereka terhadap RSPO, GAR juga telah mendorong dan mengajak pabrik dan petani independen yang tidak tergabung dalam jaringan rantai pasok mereka untuk mengimplementasikan kebijakan keberlanjutan yang serupa.
“Kami memiliki data perkebunan yang mencakup 80% dari total seluruh pemasok kami. Data ini penting untuk memastikan kepada konsumen kami bahwa mereka telah membeli dari perkebunan dan pabrik yang telah berkomitmen untuk mengikuti prinsip keberlanjutan,” kata Agus.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menambahkan bahwa mayoritas konsumen di Indonesia tidak mengetahui mengenai adanya komposisi minyak sawit yang terkandung dalam berbagai produk yang dijual di pasar. Ini terjadi karena tidak adanya edukasi dari pelaku industri terhadap konsumen tentang pengetahuan produk dan juga tidak adanya kebijakan yang jelas.
“Banyak konsumen di Indonesia yang hanya mengetahui minyak sawit sebagai bagian dari minyak goreng dan hal-hal terkait konsumsi yang berkelanjutan bukan merupakan perhatian besar bagi mereka," kata dia.
Untuk itu, kata Tulus, pihaknya mendorong industri minyak goreng untuk memastikan bahwa produk mereka ramah lingkungan, dari hulu hingga ke hilir.
"Mereka juga harus memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak buruh dan hak asasi manusia lainnya dalam kriteria keberlanjutan mereka,” tandas Tulus.
Seperti diketahui, pada 31 Oktober 2019, Dewan Gubernur RSPO menyetujui aturan yang menyerukan ‘Shared Responsibility’. Aturan baru ini mengatur bahwa produsen penghasil barang konsumen (Consumer Goods Manufacturers) dan pengecer yang membeli produk minyak sawit berkelanjutan untuk meningkatkan serapannya sebesar 15% (dari baseline tahun sebelumnya yaitu Laporan Komunikasi Tahunan Anggota RSPO (ACOP 2019) untuk tahun pertama dari implementasi Shared Responsibility (misal: kalau serapannya sebesar 10% pada tahun sebelumnya, maka harus menjadi 25% pada tahun pertama setelah implementasi Shared Responsibility). (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved