Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Keamanan Siber Tanggung Jawab Perbankan

Despian Nurhidayat
24/7/2020 06:05
Keamanan Siber Tanggung Jawab Perbankan
Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau Bank BCA.(ANTARA FOTO/Audy Alwi)

PRESIDEN Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau Bank BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan perbankan harus berani untuk bertanggung jawab dan mengambil risiko dalam mengembangkan digitalisasi.

Penguatan sistem keamanan atau cyber security merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh pihak perbankan.

“Kita diberikan fasilitas oleh regulator dalam hal ini OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BI (Bank Indonesia) untuk mengembangkan digitalisasi, tentunya dengan ketentuan yang harus kita penuhi. Dalam hal ini keamanan menjadi hal yang penting,” ungkapnya dalam Webinar The Future of Digital Banking di Jakarta, kemarin.

Lebih lanjut, Jahja menuturkan bahwa penyalahgunaan menjadi sesuatu yang tak dapat dihindarkan. Hal itu pun sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, menurutnya, pihak perbankan harus cerdas untuk melihat jenis pelanggaran yang terjadi. Jika bukan karena kesalahan pengguna jasa atau user, pihak perbankan harus berani bertanggung jawab dan menanggung segala risiko.

“Kecuali itu terjadi karena kelalaian user seperti pinnya tidak jelas, OTP diberikan seenaknya saja, tentu itu tanggungan dari user. Tapi kalau bukan kesalahan nasabah, kita harus berani untuk menanggung itu. Jadi ini sangat penting,” tandasnya.

Dalam menanggapi soal penggantian dana nasabah akibat jebolnya sistem keamanan bank, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana juga mengungkapkan hal senada. Apabila tidak ada kesalahan dari nasabah dalam melakukan transaksi digital,  bank harus bertanggung jawab mengganti kerugian akibat sistem yang tidak aman.

“Tapi kalau karena kesalahan nasabah yang teledor, yang tidak perhatikan kaidah keselamatan, suka bagi-bagi password, yang suka sampaikan OTP-nya ke pihak lain, ya tidak diganti. Kalau share ke orang lain, ya bisa dijebol rekening kita, seaman apa pun security banknya. Jangan sampai seperti itu,” ujar Heru.

Heru pun menuturkan aspek keamanan siber menjadi salah satu isu dalam pengembangan di­gital banking. Saat ini, belum ada undang-undang keamanan dan ketahanan siber karena masih berupa rancangan undang-undang (RUU).

Dari aspek privasi dan proteksi data, saat ini belum terdapat undang-undang yang secara spesifik mengatur mengenai perlindungan data pribadi.  “Untuk aspek data privacy and protection dari orang yang melakukan transaksi digital, itu juga menjadi perhatian regulator dari waktu ke waktu untuk terus dikembangkan,” ujarnya.

Permodalan

Untuk menghadirkan layanan digital itu, tentu perlu belanja teknologi yang tidak murah. Untuk itu, permodalan bank juga harus kuat agar bisa membiayai investasi di era digital.

“Di samping mengembangkan teknologi informasinya, yang paling penting ialah bank-bank kita harus melakukan penguatan permodalan. Kenapa? Karena tanpa penguatan permodalan, kita tidak bisa mengembangkan digital banking. Kalau kita tidak bisa mengembangkan digital banking, ya pasti akan ditinggalkan oleh nasabahnya,” tandas Heru.

Heru menuturkan nasabah-nasabah milenial pasti akan lebih nyaman melakukan transaksi secara digital melalui ponsel pintar ketimbang mendatangi kantor bank.

Bank pun dinilai tidak boleh abai dan masih beranggapan bahwa nasabahnya akan loyal dan tetap datang ke bank walaupun tidak memiliki layanan digital. (Hld/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik