Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
SATGAS Waspada Investasi (SWI) menemukan sebanyak 105 fintech peer to peer lending ilegal selama Juni 2020 yang menawarkan pinjaman kepada masyarakat melalui aplikasi dan pesan singkat di telepon genggam.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan 105 fintech ilegal itu tidak terdaftar dan berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan otoritas perizinan, pengaturan, dan pengawasan layanan fintech peer to peer lending.
Menurut Tongam, maraknya fintech peer to peer lending ilegal ini sengaja memanfaatkan kondisi melemahnya perekonomian masyarakat akibat pandemi covid-19.
“Mereka mengincar masyarakat yang saat ini kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif. Padahal, pinjaman fintech ilegal ini sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga yang tinggi, jangka waktu pinjaman pendek, dan mereka selalu meminta untuk mengakses semua data kontak di handphone. Ini sangat berbahaya karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan,” ujar Tongam saat jumpa pers virtual di Jakarta, kemarin.
Perlu diketahui, jumlah total fintech peer to peer lending ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi sejak 2018 sampai Juni 2020 ialah sebanyak 2.591 entitas.
Selain kegiatan fintech peer to peer lending ilegal, SWI juga menghentikan 99 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.
Selain itu, kata dia, banyak juga kegiatan yang menduplikasi laman entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah laman tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin.
Dari 99 entitas tersebut, beberapa melakukan kegiatan antara lain 87 perdagangan berjangka/forex ilegal, 2 penjualan langsung (direct selling) ilegal, investasi cryptocurrency ilegal, 3 investasi uang, dan 4 lainnya.
Tergolong sehat
Di luar masih maraknya fintech ilegal, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat tingkat kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) fintech lending masih tergolong sehat di tengah pandemi covid-19.
“Untuk tingkat kredit bermasalah atau NPL belum terlihat. Dari hasi survei tersebut, mayoritas anggota AFPI menyatakan tingkat keberhasilan bayar 90 hari (TKB90) tercatat stabil,” ujar Ketua Harian AFPI Kuseryansyah, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan bahwa hingga Februari 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat TKB90 yang menjadi tolok ukur industri fintech berada di angka 96,08% atau NPL 3,92%. Angka tersebut masih tergolong sehat untuk industri ini.
Hingga akhir Februari 2020, OJK mencatat penyaluran pinjaman fintech P2P lending senilai Rp95,39 triliun atau meningkat 225,58% dari tahun lalu (yoy).
Penyelenggara fintech P2P lending yang terdaftar di OJK per Februari 2020 tercatat 161 perusahaan, dengan 25 di antaranya status berizin. (Ant/E-3)
Selama tujuh tahun hadir, Adapundi telah sukses dalam menyediakan akses pendanaan bagi lebih dari 700 ribu UMKM dan jutaan pengguna.
PLATFORM investasi asal Indonesia menjadi fintech pertama dalam program StratBox di bawah naungan PhiliFINNO dari Securities and Exchange Commission (SEC) Filipina.
Fintech di Indonesia dimulai dengan fokus memfasilitasi pembayaran online, sebagai respons terhadap maraknya transaksi online dan e-commerce.
PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) menegaskan komitmennya terhadap praktik penyaluran dana yang bertanggung jawab.
Aftech dan Privy Berkomitmen Memajukan Fintech Indonesia melalui Sinergi dan Kolaborasi
Volume pembayaran digital nasional diperkirakan meningkat hingga 55,9%, didorong oleh peran aktif generasi Milenial, Gen Z, dan Alpha, serta pertumbuhan UMKM dan sektor ekonomi kreatif.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved