Headline

Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.

92% Peserta Kartu Prakerja Merasa Puas

M. Ilham Ramadhan Avisena
08/6/2020 20:51
92% Peserta Kartu Prakerja Merasa Puas
Pendaftaran program kartu prakerja(Antara Foto/ADITYA PRADANA PUTRA)

TIM Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melakukan survei kepada 200 ribu peserta program pelatihan Kartu Prakerja. Survei yang dilakukan pada 19 Mei hingga 1 Juni itu bertujuan untuk mencari penilaian subjektif dari para peserta terhadap program tersebut.

Dari hasil survei tersebut, sekitar 92% penerima manfaat program Kartu Prakerja menyatakan pelatihan yang didapat efektif dan dapat membuka peluang untuk diterima kerja di kemudian hari. Sedangkan sisanya menyatakan pelatihan tidak efektif.

"92% penerima manfaat menyatakan efektif. Mereka merasakan manfaat dari pelatihan dan mereka punya harapan besar bahwa itu bisa membawa mereka atau meningkatkan kesempatan dalam memperoleh kerja. Ada 7,7% yang menjawab tidak efektif. Alasannya karena tidak ada praktek langsung. Ini menjadi masukkan yang bagus bagi manajemen pelaksana dan setelah situasi dimungkinkan bisa diterapkan pelatihan offline," ujar ekonom TNP2K Elan Satriawan dalam konferensi pers virtual, Senin (8/6).

Elan menambahkan, dari survei tersebut diketahui pula 80,8% dari 200 ribu responden merupakan pengangguran pada saat mendaftar program Kartu Prakerja. Angka itu menunjukkan adanya peningkatan jumlah peserta yang menganggur ketika mendaftar program Kartu Prakerja.

Pasalnya, di kuesioner yang sama sekitar 55% dari peserta pelatihan memiliki pekerjaan pada Januari 2020, 7% merupakan wirausaha dan sekitar 37% sisanya merupakan pengangguran.

"Jadi sekitar 80,8% itu tidak memiliki pekerjaan saat mendaftar. Jadi pen-sasarannya dari apa yang kita lihat dari dominasi penerima manfaat, ini tepat sasaran," tutur Elan.

Penerima manfaat program Kartu Prakerja, lanjut dia, diikuti oleh individu berusia 18 hingga 25 tahun sebesar 48% dan usia 26 hingga 35 mencapai 38%. Padahal rentang usia pendaftar program tersebut diperkenankan pada individu berusia 18 hingga 68 tahun.

Angka tersebut juga serupa dengan kondisi tingkat pengangguran nasional yang didominasi oleh usia muda. "Itu mirip dengan tingkat pengangguran nasional yang didominasi penganggur muda," terang Elan.

Adapun peserta pelatihan program Kartu Prakerja didominasi oleh individu dengan pendidikan tamatan SMA/SMK hingga 60%, S-1 25,2% dan pendidikan lainnya di bawah 5%.

Lebih jauh Elan mengungkapkan, sebanyak 96% responden menyatakan program pelatihan Kartu Prakerja mengurangi beban hidup lantaran disisipi bantuan sosial di dalamnya. Sedangkan sisanya mengku bantuan sosial yang diberikan tidak berkaitan dengan program tersebut.

Sebagai informasi, dalam masa pandemi covid-19 ini pemerintah memodifikasi fungsi program Kartu Prakerja menjadi semi bantuan sosial. Selain pelatihan, pemerintah memberikan insentif sebesar Rp600 ribu per bulan yang diberikan selama 4 bulan sebagai bantuan sosial.

Totalnya, tiap peserta akan mendapatkan dana sebesar Rp3.550.000 yang dialokasikan untuk biaya pelatihan Rp1 juta, insentif Rp2,4 juta dan insentif pengisian survei sebesar Rp150 yang akan dilakukan selama 3 kali.

Pelatihan Tatap Muka

Di kesempatan yang sama, Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana (Project Office Management/PMO) Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky menuturkan, program tersebut kini tengah dievaluasi oleh Komite Prakerja.

Evaluasi tersebut meliputi penerapan pelatihan tatap muka (offline) di masa kenormalan baru (new normal) yang mulai diterapkan di beberapa wilayah Indonesia. Menurut Panji, pelaksanaan pelatihan secara offline di tengah pandemi memerlukan pertimbangan matang dan perlu diputuskan secara hati-hati.

"Ini butuh persiapan, karena kalau pun ada beberapa daerah yang greenlight (zona hijau), tapi masih ada risiko penularan. Kita mempersiapkan juga protokoler kesehatan saat nanti ada pelatihan offline," tuturnya.

Hal lain yang menjadi pertimbangan untuk menerapkan pelatihan offline yakni terkait biaya yang harus dikeluarkan. Sebab, pelatihan tatap muka akan memakan biaya lebih besar ketimbang pelatihan secara daring.

Panji mengatakan, setidaknya biaya yang perlu dikeluarkan untuk mengikui pelatihan tatap muka mencapai Rp5 juta per individu. Jumlah itu jauh lebih mahal ketimbang anggaran pelatihan daring yang hanya Rp1 juta.

"Market perlu di-adjust. Kami akan bekerja sama dengan 9 kementerian lembaga yang berikan pelatihan di luar Kartu Prakerja. Mereka pelatihan offline. Jadi perlu ada koordinasi untuk disinkronkan," pungkas Panji. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya