Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

RUU Cipta Kerja Penting untuk Pulihkan Ekonomi Pascakorona

Cahya Mulyana
23/4/2020 18:45
RUU Cipta Kerja Penting untuk Pulihkan Ekonomi Pascakorona
Sejumlah pekerja tengah melakukan bongkar muat semen kedalam kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta.(ANTARA/Hafidz Mubarak A )

OMNIBUS Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja adalah bagian dari pendekatan institusional yang perlu dilakukan pascapenanggulangan virus korona atau covid-19. Hal tu penting untuk menarik investasi lebih besar masuk ketika ekonomi dunia kembali menggeliat yang akan memulihkan kesejahteraan rakyat.

"Akan muncul supply shock pascapandemi ini karena ada peningkatan jumlah pengangguran. Saya menghitung bisa sampai 7 juta pengangguran baru dan yang paling terdampak sektor informal. Ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan fiskal dan moneter saja, tapi harus secara institusional," kata pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi dalam diskusi bertajuk RUU Cipta Kerja dan Masa Depan Ekonomi Indonesia Pascapandemi Covid-19, Kamis (23/4).

Baca juga: DPR Tetap Bahas RUU Cipta Kerja

RUU ini, kata dia merupakan pendekatan institusional yang memang dibutuhkan karena perekonomian Indonesia tengah mengalami tren deindustrialisasi. Sebelum adanya virus korona Indonesia juga mengalami permasalahan dari sisi produktifitas di bidang industri.

"Dampak covid-19 bisa membuat ini semakin parah," kata Fithra. Secara prinsip, pendekatan institusional dengan memperbaiki regulasi, reformasi ketenagakerjaan, dan reformasi perpajakan bisa diakomodasi dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

"Ini semua dibutuhkan supaya kita bisa memanfaatkan momentum bonus demografi dan lepas dari jeratan negara berpendapatan menengah," ujarnya.

Momentum pascapandemi covid-19 juga harusnya dimanfaatkan karena banyak negara-negara utama produsen dunia, sangat mungkin melakukan relokasi industri dari Tiongkok. Asia Tenggara, jadi salah satu wilayah yang sangat potensial memanfaatkan hal tersebut.

"Sayangnya, Indonesia saat ini belum jadi pilihan utama bagi investor. Biaya tenaga kerja, biaya perdagangan, dan nilai tambah kita masih kalah dibanding negara ASEAN lain. Oleh karenanya kita butuh pendekatan secara institusional tadi," tuturnya.

Meski demikian, Fithra juga mengingatkan bahwa ongkos politik dari Omnibus Law ini bisa sangat besar. Hasilnya kemungkinan tidak bisa dituai secara instan, dan akan menghadapi tuntutan publik yang besar.

"Namun kalau berkaca dari Jerman yang juga pernah melakukan reformasi ketenagakerjaan, mereka cukup sabar dan deregulasi secara institusi ini bisa berbuah manis di masa depan," pungkasnya. (Cah/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya