Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

DPR Lanjutkan Pembahasan RUU Perkoperasian

Andhika prasetyo
16/9/2019 17:45
DPR Lanjutkan Pembahasan RUU Perkoperasian
Rommy Pujianto(Dok. MI/ Rommy Pujianto)

KOMISI VI DPR RI memutuskan menerima dan melanjutkan Rancangan Un­dang-Undang (RUU) Perkoperasian ke pembahasan tingkat dua. Sebagian besar fraksi menilai poin-poin dalam RUU Perkoperasian sudah cukup baik dan telah memperhatikan jati diri dan prinsip-prinsip koperasi.

Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno mengungkapkan, salah satu poin utama dalam RUU yang disusun untuk menggantikan UU 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah dimasukkannya prinsip-prinsip syariah yang sudah banyak diterapkan koperasi di Tanah Air.

Sebagaimana diketahui, UU perkoperasian saat ini tidak mencakup tentang nilai-nilai perkoperasian syariah.

“Jika RUU tidak segera disahkan, penyelenggaraan koperasi syariah tidak akan memiliki payung hukum,” ujar Teguh melalui keterangan resmi, Senin (16/9).

Menurutnya, pengesahan RUU Perkoperasian juga akan menguatkan sokoguru perekonomian nasional.

Pemerintah nantinya akan mampu men­ghalau para renterir berkedok koperasi dan berlindung dalam topeng ekonomi kerakyatan.

“Dengan begitu, koperasi yang beroperasi di masa mendatang adalah koperasi yang sehat, se­suai jati diri Indonesia berasas­kan kekeluargaan dan demo­krasi ekonomi,” ungkap Teguh.

Teguh menambahkan, bukan berarti RUU Perkoperasian tidak meninggalkan catatan. Masih terdapat be­berapa poin yang digaris­bawahi Komisi VI terkait RUU tersebut. Salah satu catatan adalah terkait keberadaan Dewan Koperasi Indo­nesia (Dekopin) yang dianggap sebagai gerakan tunggal wadah gerakan koperasi.

Anggota Komisi VI Nasim Khan menyebut klausul itu menyalahi asas demokrasi karena memberi keistimewaan pada Dekopin yang berpotensi menghambat tumbuh kem­bangnya wadah gerakan kope­rasi lain.

Nasim juga tidak menyetu­jui adanya alokasi APBN dan APBD untuk gerakan koperasi karena tidak sesuai dengan asas kemandirian.

Selain itu, ia juga tidak setuju terkait pendirian koperasi yang harus melalui penyuluhan dan rekomendasi pemerintah.

"Lebih jauh, koperasi juga harus melaporkan perkembangan kelembagaan, usaha dan keuangan. Hal itu tidak sesuai dengan prinsip otonomi dan kemandirian koperasi dan dikhawatirkan mengganggu berkembangnya koperasi," tuturnya.

Sementara, Menteri Ko­perasi dan UKM, AAGN Pus­payoga, berharap DPR dapat membahas RUU Perkoperasian dengan sangat matang sehing­ga tidak akan berujung pada gu­gatan ke Mahkamah Konstitusi.

“RUU ini memang harus di­sahkan jadi undang-undang. Di penghujung tugas saya, tentu saya sangat berkepentingan. Tapi, saya juga tidak ingin ini dibawa ke Mahkamah Konsti­tusi lagi,” tegasnya.

Puspayoga tidak berkebera­tan jika akhirnya RUU Perkope­rasian baru bisa disahkan pada periode selanjutnya.

"Jadi, jangan grusa-grusu. Yang penting matang sempurna,” tandasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya