Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
TEKANAN impor barang setengah jadi, seperti Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) kian dirasakan pengusaha lokal. Bisnis baja flat itu kini kian terpuruk dengan sejumlah regulasi yang dinilai tidak memihak pengusaha lokal.
Keluhan tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Zinc Aluminium Steel Industries (IZASI), Maharany Putri dalam diskusi bertajuk 'Kehancuran Industri BJLAS Indonesia Akibat Serangan Impor Produk Non-Standar' di Jakarta pekan lalu.
Dalam paparannya, tingkat pertumbuhan konsumsi baja di Indonesia menempati peringkat pertama dari Negara ASEAN sejak 2017 dan mengalami pertumbuhan sebesar 6,6% pada 2018.
Namun, ia menyayangkan, peningkatan permintaan sektor konstruksi tersebut justru diiringi dengan peningkatan impor baja dari Tiongkok dan Vietnam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), peningkatan impor BJLAS terlihat sejak 2013 dan naik signifikan pada 2017 dan 2018.
Baca juga : JK : Industri Baja Nasional Kalah Saing Karena Teknologi
Pemicunya ditenggarai karena harga BJLAS impor lebih murah sebesar 40% di bawah harga BJLAS lokal.
Rendahnya harga jual baja impor dimungkinkan karena banyaknya subsidi pemerintah dari negara pengekspor, pengalihan kode tarif barang yang berimbas kepada perbedaan bea masuk, tersedia dan dapat diaksesnya fasilitas perjanjian dagang bilateral atau multilateral.
"Peningkatan kapasitas produksi nasional dengan melalui ekspansi investasi maupun investasi baru pun akhirnya percuma jika permintaan tersebut lari ke impor," kata Maharany dalam keterangan tertulisnya.
"Padahal industri baja lokal memiliki kemampuan memenuhi volume dan standar kualitas yang dibutuhkan," imbuhnya.
Sementara itu, kapasitas produksi baja lapis konstruksi, khususnya BJLAS dipaparkan Ketua Umum IZASI, Yan Xu mencapai 1,1 juta ton per tahun, sejalan dengan jumlah permintaan yang mencapai sebesar 1 juta ton pada 2018.
"Seharusnya permintaan ini dapat dipenuhi industri lokal yang malah over supply. Impor karbon BJLAS dan Paduan BJLAS ini dirajai 90% impor yang diketahui mengalami kenaikan dua kali lipat di 2016-2018 dan memenuhi demand (permintaan) nasional sebesar 57%, sebaliknya jatah industri lokal hanya 37%," sesalnya.
Seiring dengan keterpurukan industri baja, Indonesia kembali mengalami defisit dengan menurunnya Neraca Perdagangan sebesar 1,93 miliar dolar AS di semester pertama 2019. Ketika itu, besaran nilai impor mencapai 82,26 miliar dolar AS melebihi ekspor yang hanya sebesar 80,32 miliar dolar AS
"Dengan keadaan yang merupakan signifikan unfair business (bisnis tidak adil) ini telah menggerakkan IZASI dan didukung oleh KADI dalam menginisiasi Anti Dumping BJLAS. IZASI sangat mengharapkan dukungan pemerintah melalui kerjasama intensif dan kolaboratifantar departemen terkait untuk bisa mengkaji ulang aturan-aturan mulai dari standardisasi industri, pasar, tertib tata niaga, penyerapan produk industri dalam negeri serta tenaga kerja lokal hingga investasi," ungkap Yan Xu. (RO/OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved