Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
DATA Purchasing Managers’ Index™ (PMI™) manufaktur Indonesia yang dirilis oleh Nikkei menunjukkan PMI manufaktur Indonesia pada Mei tahun ini sebesar 51,6 atau naik dibanding bulan sebelumnya yang ada di posisi 50,4.
Poin PMI di atas angka 50 menandakan bahwa sektor manufaktur tengah ekspansif. Capaian bulan Mei 2019 merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2018.
Baca juga: Jelang Lebaran, Bulog Klaim Stok Pangan Pokok Aman
Pada periode bulan Mei memperlihatkan kepercayaan diri pelaku manufaktur Indonesia terus melonjak, perusahaan juga menaikkan jumlah tenaga kerja, dan menaikkan aktivitas pembelian.
“Kami melihat, para pelaku industri manufaktur masih tetap optimistis untuk melakukan ekspansi atau menambah investasi. Hal ini didukung dengan kondisi politik, ekonomi, dan keamanan di Indonesia yang stabil dan kondusif, terutama pascapemilu kemarin,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui rilis yang diterima, Selasa (4/6).
Menperin optimistis, kinerja industri manufaktur semakin menggeliat dengan meningkatnya adanya infrastruktur transportasi dan konektivitas wilayah timur dan barat Jawa, serta beberapa wilayah yang menjadi feeder dan hub di Indonesia.
Guna memacu investasi di sektor industri, Kementerian Perindustrian turut memfasilitasi sejumlah pembangunan politeknik di kawasan industri.
Selanjutnya, Kemenperin telah mengusulkan pemberian insentif fiskal berupa super deductible tax untuk industri yang aktif melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi serta industri yang terlibat dalam program pendidikan dan pelatihan vokasi. Insentif fiskal dia yakini dapat menarik para investor di sektor industri sekaligus mendongkrak daya saingnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved