Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) meyatakan Indonesia memiliki regulasi yang baik pada financial technology (fintech) khususnya peer to peer landing (P2P Lending) dibanding Tiongkok.
Hal itu menunjukkan fintech di Indonesia lebih terjamin dari aspek keamanannya.
"Kalau di kita ada aspek periziznannya. Ada business plannya, kelayakannya, tata kelolanya, permodalannya, meski tidak seketat perbankan," kata Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan Khusus OJK, Supriyono, di Dago, Bandung, Jumat (3/5).
Dirinya menjelaskan, di Indonesia terdapat tiga proses yang harus dilalui untuk mendaftarkan fintech ke OJK, yakni pencatatan, regulatory sanbox, selanjutnya yakni pendaftaran. Ketiga proses tersebut diawasi secara ketat oleh OJK.
Baca juga: Kolaborasi Ammana-BNI Syariah Perkuat Ekosistem Fintech Syariah
Jika dibandingkan dengan Tiongkok, negara tersebut memiliki regulasi fintech yang cenderung longgar. Hal itu kemudian memunculkan perkembangan fintech yang tak terbendung.
"Di Tiongkok, yang paling loose regulasinya. Perkembangan fintech terutama P2Pnya sangat bombastis," ungkapnya.
Supriyono menyatakan, per Desember 2018, di Indonesia sendiri OJK telah mendapatakan sebanyak 67 fintech baru yang sedang di-review.
"Setetelah di-review, hanya 34 yang sesuai atau yang bisa masuk tahap regulatory sandbox," tukasnya. (A-5)
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) melalui survei angkatan kerja nasional (Sakernas), jumlah angkatan kerja mencapai 142 juta per Februari 2024.
BPRĀ merupakan lembaga keuangan perbankan yang menjalankan usaha secara konvensional maupun berbasis prinsip syariah, tetapi tidak menyediakan layanan giro seperti bank umum
Mayoritas pengaduan dan konsultasi disampaikan secara langsung ke OJK Cirebon
Kegiatan tersebut dilakukan di Gedung KH Irfan Hielmy Islamic Center untuk mendorong dan meningkatkan literasi keuangan di Kabupaten Ciamis.
Generasi pemuda harus memiliki strategi terutama dalam perencanaan keuangan untuk menghadapi maraknya layanan keuangan digital
TEORI ekonomi tentang boom and bust cycle, yang kita pelajari pada saat mengikuti kuliah ilmu ekonomi, ternyata mulai terlihat lagi saat ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved