Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Dalam jumpa pers mengenai kinerja ekspor selama Maret 2019 di Jakarta, Senin (15/4), Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto memaparkan, pada Januari-Maret 2019 nilai ekspor ke Uni Eropa sebesar US$3,6 miliar, sedangkan impornya US$3,02 miliar.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia ke Uni Eropa masih surplus sekitar US$580 juta.
“Tentu ada situasi yang berbeda-beda. Kita dengan Jerman mengalami defisit, dengan Belanda kita surplus, tapi secara umum masih bagus karena kita tetap surplus US$587 juta,” paparnya.
Selain Uni Eropa, tiga negara tujuan ekspor terbesar Indonesia ialah Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang, yang sebesar 34,53% dari total keseluruhan ekspor nonmigas selama Januari-Maret 2019 (lihat grafik).
Dia mengakui ada penurunan ekspor sawit ke beberapa negara Eropa seperti ke Inggris selama Januari-Maret 2019 yang turun sebesar 22% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Begitu juga ke Belanda, Jerman, Italia, dan Spanyol.
Menurut Suhariyanto, penurunan terjadi karena ada kampanye negatif terhadap komoditas tersebut. “Tapi saya yakin pemerintah sudah meng-antisipasinya dan akan bernegosiasi dengan negara-negara Eropa (terkait kampanye negatif) itu,” ucapnya.
Pemerintah Indonesia yang diwakili Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution, bersama delegasi Malaysia, belum lama ini melayangkan protes terhadap diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa terhadap komoditas sawit. Mereka bahkan siap membawa masalah itu ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Terlepas dari persoalan itu, komoditas sawit secara tidak langsung turut berkontribusi bagi perbaikan neraca perdagangan Indonesia yang pada Maret tahun ini mengalami surplus US$0,54 miliar.
Hal tersebut dipicu sektor nonmigas (termasuk di dalamnya kelapa sawit) yang surplus sebesar US$0,99 miliar. Adapun sektor migas defisit US$0,45 miliar.
Suhariyanto mengatakan sepanjang kuartal pertama tahun ini, angka impor terutama dari sektor migas memang jauh lebih baik, yakni turun 28,98% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Dia melihat perbaikan itu sejalan dengan upaya pemerintah dalam penggunaan minyak sawit mentah sebagai bauran bahan bakar solar sebanyak 20% atau B20.
Sekretaris Jenderal Gabung-an Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Kanya Lakshmi Sidarta mengatakan serapan CPO untuk B20 memang terus bertumbuh dari bulan ke bulan. Pada Januari, serapan CPO untuk B20 sebesar 552 ribu ton dan meningkat menjadi 648 ribu ton pada Februari.
“Kami sudah berkomitmen menyerap B20 untuk memperbanyak serapan dalam negeri. Kebutuhan kita itu banyak sekali. Target kita saja tahun ini 6,2 juta ton, jadi pasti ada dampaknya terhadap pengurangan impor migas,” ucap Lakshmi. (Pra/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved