Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
MENYIKAPI adanya diskriminasi tentang produk sawit Indonesia yang ditahan dengan aturan agar berkurang laju masuk barangnya ke pasar Eropa, khususnya untuk penggunaan bio fuel. Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai jika pihak Uni Eropa menekan produk Indonesia dengan aturan maka hal yang sama juga dapat dilakukan oleh Indonesia.
"Ini hal yang serius karena menyangkut setidak-tidaknya 15 juta rakyat yang bekerja langsung atau tidak langsung di bisnis ini. Selain itu, ini merupakan bisnis sumber daya alam yang nilai ekspor dan nilai tambahnya besar," terang Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (26/3).
Oleh sebab itu Wapres menilai Indonesia dan Uni Eropa merupakan dua pasar yang besar. Jika memang produk sawit Indonesia di tahan dengan menggunakan aturan, Indonesia juga dapat melakukan retaliasi hal yang sama terhadap Uni Eropa.
"Kalau seperti tadi, oke kita (bisa) tidak beli Airbus lagi, itu juga hak kita. Kalau Uni Eropa memiliki hak membuat aturan, kita juga punya hak bikin aturan," tegas Jusuf Kalla.
Baca juga: DPR Kecewa Uni Eropa Diskriminasi Kelapa Sawit
Wapres menegaskan bahwa sikap Indonesia jelas dan persoalan ini bukan hanya persoalan korporasi semata, namun merupakan masalah masyarakat luas. Oleh sebab itu Indonesia tidak takut untuk melakukan tindakan balasan jika memang kebijakan Uni Eropa seperti itu, meski menurutnya hal tersebut bukan termasuk perang dagang.
"Pokoknya (kita) retaliasi, kita tidak mengatakan perang dagang, retaliasi saja. Artinya kalau _you_ larang 10, kita lawan 10 juga," tegas Wapres.
Jusuf Kalla menjelaskan pada akhirnya jika memang kondisi ini terus berlanjut pada akhirnya Indonesia secara terpaksa juga tidak dapat membeli produk Eropa. Salah satu penyebabnya dengan ekspor yang menurun membuat devisa Indonesia turun sehingga pada akhirnya akan dilakukan penghematan karena Indonesia tidak dapat membeli produk Eropa.
Namun Indonesia tetap akan melakukan protesnya dengan tata aturan yang ada dan tidak serta merta menyelesaikan diluar prosedur yang ada.
"Kita bisa selesaikan dengan negosiasi atau lewat _World Trade Organisation_ (WTO). Kita lewati dulu prosedur yang ada, tidak langsung main gebrak saja, semua kan anggota WTO, jadi lewat situ," pungkas Jusuf Kalla.
Dalam kesempatan berbeda Ketua DPR RI Bambang Soesatyo atau yang akrab disapa Bamsoet mengaku sangat kecewa dengan sikap Uni Eropa dalam mengadopsi Renewable Energy Directive II (RED II) dan aturan turunannya yang mendiskriminasi kelapa sawit sebagai minyak nabati. Ia pun mendukung langkah tegas pemerintah yang akan memajukan kasus tersebut ke WTO.
"Uni Eropa merupakan salah satu mitra strategis Indonesia. Namun sayangnya proses adopsi legislasi RED II dan aturan turunannya didasarkan pada analisis ilmiah yang cacat, mengabaikan kritik yang datang dari internal Uni Eropa dan lembaga independen. Serta mengabaikan concern dan data-data yang disampaikan oleh negara-negara produsen kelapa sawit," tegas Bamsoet di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (26/03)
Bamsoet pun tidak segan menilai bahwa concern Uni Eropa terhadap kelapa sawit bukan untuk pelestarian lingkungan, melainkan sebagai upaya proteksi terselubung melindungi produk minyak nabati mereka yang daya saing dan produktivitasnya jauh lebih rendah dari pada minyak kelapa sawit.
"Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia karena berkontribusi pada penyerapan lebih dari 19,5 juta tenaga kerja, termasuk di dalamnya 2,6 juta smallholders yang mempekerjakan 4,3 juta individual, penghasil devisa negara mencapai USD 21,4 miliar pada tahun 2018, sumber energi terbarukan (biodiesel) serta bagian dari upaya pengentasan kemiskinan yang menjadi prioritas utama dari Sustainable Development Goals (SDGs)," papar Bamsoet. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved