Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Kemenhub Gandeng KPPU Awasi Perang Tarif

Cahya Mulyana
01/3/2019 10:10
 Kemenhub Gandeng KPPU Awasi Perang Tarif
(MI/PERMANA)

Perusahaan transportasi berbasis aplikasi daring asal Singapura, Grab, baru saja mendapat suntikan modal sebesar Rp4,3 triliun (US$3 miliar) yang mereka terima akhir tahun lalu. Tambahan modal itu membuat total valuasi (nilai perusahaan) mencapai lebih dari US$11 miliar (Rp158,6 triliun) sehingga membuat mereka menjadi satu-satunya perusahan rintisan Asia Tenggara yang berstatus decacorn.

'Grab, everyday SuperApp kamu adalah decacorn pertama di Asia Tenggara', seperti tertulis dalam situs Grab yang diunggah kemarin.

Decacorn merupakan istilah untuk perusahaan rintisan teknologi dengan valuasi lebih dari US$10 miliar. Lalu ada hectocorn yang memiliki valuasi lebih dari US$100 miliar dan unicorn sekitar US$1 miliar.

Dari Indonesia sudah ada satu startup yang siap menjadi decacorn, yaitu Go-Jek. Dengan pendanaan terbarunya dari Google, Tencent, dan JD.com, valuasi Go-Jek saat ini mencapai US$9,5 miliar. Seperti halnya Grab, Go-Jek juga telah berekspansi ke sejumlah negara tetangga, salah satunya Thailand.

Baca juga: Ojek Online Tuntut Penyesuaian Tarif

Saat ditemui dalam acara market outlook, Country Manager Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata enggan membeberkan dari mana suntikan dana tersebut berasal.

Menurut dia yang lebih penting ialah bagaimana Grab berkontribusi dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia dan juga di Asia Tenggara. "Pencapaian ini menunjukan bahwa memang masyarakat menyambut baik layanan Grab dan menjadikan ini sebagai layanan sehari-hari mereka."

Predatory pricing

Kehadiran dua pemain besar di bidang transportasi daring ini di Indonesia tak pelak memicu perang tarif. Menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, perang tarif antara Go-Jek dan Grab sudah terjadi sejak pertama kali mereka masuk ke pasar.

"Persaingan di antara mereka ternyata tidak berpengaruh terhadap kondisi keuangan Go-Jek ataupun Grab. Justru pesaing mereka yang merasakan dampak, contohnya perusahaan taksi konvensional yang merugi pada awal kemunculan transportasi online," ujarnya, kemarin.

Menurut Huda, Grab dan Go-Jek ditengarai melakukan predatory pricing (dengan asumsi non-collusive competition) yang mengakibatkan adanya pesaing mereka yang merugi.

"Sebab harga yang ditawarkan mereka jauh di bawah dari marginal cost industri transportasi online. Akibatnya tidak ada lagi keuntungan yang diperoleh dari perusahaan konvensional."

Karena itu, Huda menyarankan pemerintah mesti memberikan perhatian khusus kepada masalah ini untuk melindungi perusahaan lain yang menjadi korban perang harga.

Misalnya dengan memberikan harga batas bawah. Memberikan ketentuan-ketentuan yang sama antara taksi konvensional dan taksi online, kata Huda, juga dapat mereduksi dampak perang harga.

"Namun, peraturan Menteri Perhubungan terbaru nanti harus kuat secara hukum guna menghindari gugatan lagi," ujarnya.

Saat ini, pihak Kemenhub tengah menggodok aturan tersebut. Selain itu, mereka meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk ikut mengawasi perang tarif ini.

"Mengenai langkah menengahi perang tarif ini belum ada keputusan. Tetapi saya baru mendapat masukan dari KKPU tentang persaingan usaha sehingga untuk meredam itu saya menggandeng mereka," terang Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi.

Menurut dia, pihaknya sudah merancang rumusan tarif dan pembatasannya untuk ojek daring yang sudah masuk tahap uji publik. (Try/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya