Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
UTANG pemerintah Indonesia meningkat relatif lebih cepat selama empat tahun terakhir. Jumlah utang saat ini berkisar 1,7 kali lebih besar dibandingkan dengan tahun 2014.
Tren kenaikan utang pemerintah telah memicu kegelisahan publik dan perdebatan. Sekilas, kenaikan utang pemerintah terlihat sangat tinggi dan berlawanan dengan pengelolaan utang yang dilakukan secara hati-hati.
"Meski meningkat cepat, kami melihat bahwa utang pemerintah masih dalam kondisi yang terkendali," ujar Kepala Peneliti Kebijakan Sektor Keuangan dan Makroekonomi LPEM-FEUI Febrio N Kacaribu, Selasa (5/2).
Baca juga: Dukung Industri 4.0, Menperin Lakukan Restrukturisasi
Alasannya, sebagian besar utang berada dalam mata uang domestik. Pada Triwulan-III 2018, utang dalam mata uang asing mencapai Rp1.873 triliun, sementara utang dalam mata uang rupiah mencapai Rp2.544 triliun atau setara dengan 58% dari total utang.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan tahun 2014, porsi utang dalam mata uang asing mengalami sedikit penurunan dari 43% menjadi 42%. Walaupun rupiah terdepresiasi sekitar 20% sejak akhir 2014, proporsi utang dalam mata uang asing yang cukup stabil ini mengesankan.
Hal ini menjelaskan bahwa utang Indonesia yang dikelola dapat bertahan lebih baik terhadap fluktuasi mata uang, menandakan adanya disiplin yang kuat dalam memitigasi risiko nilai tukar serta mampu mengurangi kerentanan terhadap guncangan eksternal terkait dengan utang luar negeri.
"Perlu dicatat bahwa sebagian besar dari tambahan utang pemerintah Indonesia digunakan untuk investasi "produktif", terutama pada proyek infrastruktur, yang dapat mendorong aliran PDB di masa depan. Utang tidak digunakan untuk konsumsi, seperti pembiayaan subsidi sektor energi," jelas Febrio. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved