Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENYEBARAN informasi yang salah oleh ekonom senior Rizal Ramli soal rencana pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN) sebesar US$2 miliar dengan imbal hasil (yield) 11,625% disesalkan banyak kalangan. Semestinya para terdidik dan cendekiawan tetap mengedepankan akal sehat dan tidak terjebak pada tindakan-tindakan menyesatkan.
Di akun media sosial, Rizal Ramli menyebut bahwa angka imbal hasil dari SUN tersebut merupakan yang paling tinggi di Asia. Ternyata, materi yang dia unggah itu salah. Rizal pun akhirnya meluruskan bahwa SUN yang dia sebut itu versi lama.
Direktur Riset Center of Reforms on Economics Piter Abdullah Redjalam mengatakan semua pihak harus hati-hati dalam menyuarakan pendapat di ruang publik dan memastikan informasi yang disajikan meningkatkan pemahaman masyarakat. Bukan sebaliknya, justru membuat gaduh.
Menurut dia, ketika menyampaikan opini kepada masyarakat, tokoh harus mampu memberikan pence-rahan, salah satunya dengan menggunakan data dan informasi yang benar dan akurat. "Harus diyakini semua benar dan akurat, dianalisis secara tepat. Dengan demikian, apa yang disampaikan akan mencerahkan serta mendidik masyarakat,'' ujar Piter, kemarin.
Data akurat, imbuhnya, bersifat mutlak. Informasi yang disampaikan harus pula diniatkan untuk mendidik masyarakat. Dia mencontohkan soal data utang pemerintah yang sebenarnya tersedia lengkap dan akurat.
Akan tetapi, kalau digoreng untuk menimbulkan antipati kepada pemerintah, penafsirannya bisa menyesatkan. "Hal itu ya jelas negatif karena yang salah bisa jadi benar dan yang benar jadi salah."
Di Yogyakarta, tokoh bangsa Ahmad Syafii Maarif mengaku belum membaca unggahan Rizal Ramli di medsos. Namun, secara umum dia mengatakan kritik memang penting, tetapi harus disampaikan dengan data, bukan asumsi. Di sisi lain, pemerintah pun harus menjawab kritik juga dengan data.
"Kritik itu penting agar pemerintah tidak merasa benar sendiri, asal disampaikan dengan data, dengan fakta, tidak dengan asumsi," tutur Buya Syafii.
Ngawur
Terkait dengan informasi yang dipublikasikan Rizal Ramli, Kementerian Keuangan menegaskan bahwa mantan Menko Kemaritiman itu ngawur. Awalnya disampaikan mengenai rencana pemerintah menerbitkan SUN sebesar US$2 miliar dengan imbal hasil 11,625% yang disebut paling tinggi ketimbang negara-negara lain di Asia.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti menegaskan informasi yang disampaikan Rizal merupakan data surat utang pada 2009 dengan jatuh tempo 2019. "Jadi sesungguhnya tidak ada penerbitan utang baru seperti yang dikatakan Pak RR (Rizal Ramli). Kesalahan besar lainnya ialah ketika disebutkan akan diberikan imbal hasil 11,625%," kata Nufransa, Senin (28/1).
Utang pemerintah yang dimaksud, imbuh dia, ialah bonds (surat utang) dalam dolar AS yang diterbitkan pada 2009 saat terjadi krisis keuangan sehingga imbal hasilnya 11,62%. Saat ini, imbal hasil di pasar sekunder untuk bonds pemerintah dengan tenor 10 tahun sebesar 4,24%.
"Jadi, semua yang dinyatakan Rizal Ramli ialah kesalahan dia dalam membaca data. Segera saja kami cuitkan ngawurnya pemahaman itu pada pukul 14.05 WIB. Pada pukul 14.31, keluar cuitan dari Pak RR: "Mohon maaf terjadi kesalahan. Yield 11,625% adalah surat utang lama RI. Bukan rencana surat utang baru," terang Nufransa.
"Jadi, yang sebenarnya ngawur ialah pernyataan RR, tapi yang dituduh Menkeu dan juga mengatasnamakan rakyat yang terbebani. Rakyat yang mana?" imbuhnya. (Try/AT/X-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved