Ketidakstabilan perekonomian global, khususnya yang dialami oleh mitra dagang utama Indonesia seperti Tiongkok dan Jepang menyebabkan permintaan akan barang ekspor Indonesia menurun. Oleh karena itu, pemerintah harus fokus untuk mengembangkan potensi-potensi pertumbuhan yang ada di dalam negeri.
Seperti yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal, Minggu (6/9). Menurutnya, kegiatan-kegiatan internal yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, harus diutamakan. Hal itu karena saat ini agak sulit untuk menggenjot kinerja ekspor.
“Misalnya kita harus fokus pada pengembangan industri pengolahan yang memang kita kuat di situ karena memiliki bahan baku dari dalam negeri. Contoghnya industri pengolahan ikan, karet, dan sawit,†ujarnya.
Menurutnya, sudah saatnya produk-produk komoditas yang harganya saat ini sedang rendah, harus ditingkatkan nilai jualnya dengan diolah terlebih dahulu di dalam negeri. Dengan pengolahan tersebut, harga komoditas dapat ikut tergerek naik karena besarnya permintaan akan bahan baku pengolahan. Optimalisasi pada industri pengolahan karena hasilnya akan lebih cepat dirasakan daripada menunggu hasil dari pembangunan infrastruktur yang baru bisa dirasakan dalam jangka panjang.
Terlepas dari hal tersebut, Jon mengingatkan agar pemerintah dapat segera menggenjot belanja pemerintah.
“Realisasinya melambat karena lamanya proses nomenklatur kementerian dan juga realisasi pendistribusian dana desa yang baru 30%-40%. Masih banyak desa-desa yang belum paham dengan dana desa sehingga perlu pendampingan. Koordinasi dengan aparat hukum juga diperlukan agar pemda tidak takut dikriminalisasi dalam optimalisasi penggunaan dana desa.â€
Kemudian, Jon mengatakan pemerintah harus dapat memangkas izin-izin yang memberatkan proses investasi ataupun upaya-upaya menggenjot perekonomian lainnya. “Birokrasi perizinan saat ini sangat ketat. Perlu diperlonggar, khususnya yang berkaitan dengan industri pengolahan.â€
Rumitnya birokrasi perizinan yang menghambat pertumbuhan ekonomi dapat terlihat dari beberapa proyek infrastruktur yang masih terkendala masalah pembebasan lahan. Selain itu, pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan perpajakan yang atraktif untuk menarik minat investasi yang lebih besar ke Indonesia.
“Saat ini banyak negara yang memberikan kelonggaran pajak dalam bentuk kemudahan ataupun penundaan masa pembayaran pajak akibat pelemahan kondisi ekonomi sehingga omset-omset penjualan para pengusaha menurun. Perlu ada relaksasi pajak agar kita bisa berkompetisi dengan negara lain untuk mengundang minat investor.â€
Lebih lanjut, apabila regulasi tidak segera diselesaikan menjadi lebih atraktif dan implementatif, maka tidak menutup kemungkinan investasi yang sudah ada saat ini berpindah ke negara lain. "Tidak menutup kemungkinan untuk itu. Mengingat negara lain juga sedang melakukan pembenahan hal yang sama untuk lebih menarik minat investor."
Realisasi program-program dan wacana kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi menurut Jon harus segera diwujudkan, termasuk juga pada upaya memangkas waktu dwelling time dari saat ini sekitar 5,7 hari menjadi hanya 3-4 hari.
Anggota Komisi XI lainnya Hendrawan Supratikno sependapat bahwa regulasi dan birokrasi merupakan dua hal yang harus segera dibenahi, terutama pada masalah perizinan.
"Perizinan selama ini lebih digunakan sebagai instrumen akumulasi upeti pada tipe birokrasi yang standar pendapatan birokratnya belum memadai. Deregulasi sendiri merupakan perang terhadap ekonomi biaya tinggi," jelasnya.
Sektor-sektor yang menurutnya harus segera dilakukan deregulasi antara lain perizinan investasi, ekspor-impor, dan pendirian usaha baru. "Kualitas birokrasi pemerintah merupakan masalah terbesar."(Q-1)