Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
PESATNYA perkembangan bisnis digital di Tanah Air mesti berpengaruh terhadap penerimaan negara. Apalagi sektor itu telah menarik banyak investor.
Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, negara harus memperoleh hak berupa penerimaan perpajakan dari aktivitas ekonomi digital tersebut.
“Pemerintah diharapkan segera menerbitkan kebijakan dan aturan perpajakan demi menciptakan kepastian hukum bagi sektor ekonomi digital,” kata Yustinus dalam acara CITAx Talk dengan tema Bijak pajaki ekonomi digital, di Jakarta, Kamis (25/10).
Berdasarkan kajian Google-A.T. Kearney 2017, investasi asing untuk bisnis digital yang mengalir ke Indonesia senilai US$3 miliar. Adapun potensi pasar digital diperkirakan mencapai US$130 miliar pada 2020.
Menurut Yustinus, aturan yang ada saat ini dinilai belum cukup komprehensif dan kuat dalam mengatur pemajakan yang adil dan efektif bagi industri e-commerce. Poin-poin krusialnya antara lain subjek pajak, objek pajak pertambahan nilai (PPN) berupa BKP/JKP (barang kena pajak) yang harus dibuat lebih jelas, dan sebagainya.
Kendati demikian, kata Yustinus, kebijakan dan aturan tersebut tetap harus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian, proporsional, dan fairness, termasuk pertimbangan pen-tingnya komparasi kebijakan dengan negara lain dan memperhatikan tren perpajakan global.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara dari Badan Kebijakan Fiskal, Rofyanto Kurniawan, menyatakan pajak untuk bisnis digital memang diperlukan. Namun, menurutnya, pemerintah belum akan memungut langsung pajak dari sektor itu. Pemerintah, kata dia, baru akan membantu terkait tata cara pelaporan terlebih dulu. “Baru membantu pelaporan, pemberian data. Di tahap awal, itu dulu yang akan coba kita atur,” pungkasnya. (Nur/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved