Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PERBINCANGAN dalam salah satu panel diskusi bertemakan anak muda itu kian menghangat. Apalagi setelah CEO Bukalapak Achmad Zaky mengutarakan pendapat yang cukup anti mainstream hingga memantik tawa dari hadirin yang datang.
"Saya lebih suka merekrut anak muda. Kalau anda sudah berusia 40 atau 50, pikiran anda sudah penuh," ungkap Zaky yang menjadi salah satu panelis dalam Youth Dialogue 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).
Moderator pun merespon dengan mengernyitkan dahi sambil bertanya, "Jadi anak muda pikirannya kosong?"
Tawa pun pecah lagi. Anak muda, dalam hal ini generasi milenial merupakan topik yang senantiasa hangat dewasa ini. Mereka kini beranjak dewasa dan mulai memasuki bursa tenaga kerja.
Di Indonesia sendiri menurut data Badan Pusat Statistik, (BPS) terdapat 133,94 juta angkatan kerja tahun ini dengan rata-rata peningkatan pertahun sebanyak 2,3 juta. Milenial masuk disana untuk bersaing mendapat pekerjaan yang baik dengan para seniornya yang lebih berpengalaman dan diklaim lebih loyal pada perusahaan.
Situasi tersebut tentu saja bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan di seluruh dunia hingga menjadi salah satu topik yang diangkat dalam IMF-Worldbank Annual Meeting 2018.
Aktivis perempuan asal Afrika Aya Chebbi mengungkapkan anak muda di negaranya kurang diminati ketimbang seniornya yang lebih berpengalaman.
"Mereka tidak menganggap anak muda lebih baik, mereka menganggap lebih tua lebih serius," ujar Chebbi menanggapi pendapat Zaky.
"Saya harap lebih banyak perekrut yang berfikiran seperti anda," lanjutnya.
Para senior bukan satu-satunya saingan milenial mendapat pekerjaan. Menurut Deputy Managing Director IMF Carla Grasso dalam 4 jutaan lapangan kerja akan menyusut lantaran tergantikan oleh teknologi. Jika sistem pendidikan tidak berubah, angkatan kerja muda harus bersaing dengan mesin.
"Kita perlu mengedukasi anak muda untuk memanfaatkan teknologi, jika mereka ingin bersaing. Apa yang dibutuhkan anak muda saat ini bukan hanya jumlah lapangan kerja, tapi juga kualitas lapangan kerja," tekan Grasso.
Organisasi buruh internasional (International Labour Organisation/ILO) tak luput mengamati fenomena ini. Di masa depan, barangkali lapangan kerja yang tersedia tidak semasif saat ini, makanya penting memperhatikan bagaimana pekerjaan itu memberi peningkatan kualitas agar pencari kerja pada gilirannya bisa beralih menjadi pemberi kerja.
Direktur ILO untuk region Asia Pasifik, Graeme Buckley menggaris bawahi pandangan ini. Baginya, angkatan kerja termuda saat ini, yakni para milenial yang penuh antusiasme dan sangat akrab dengan teknologi seharusnya tidak perlu gentar bersaing, jika saja mereka mau mengubah pandangannya tentang bursa tenaga kerja. "Anak muda perlu terlibat, berpartisipasi. Itulah yang terpenting."
Pada akhirnya, era dimana pekerjaan hanya didapat di kantor dan gaji hanya diterima sekali dalam sebulan akan berakhir. Definisi tentang partisipasi kerja pun berubah. Milenial telah mengubah pola permainan, dan di masa ini diperlukan daya adaptasi untuk mengganti paradigma umum. Untuk alasan itulah, Zacky mengungkap dirinya lebih nyaman merekrut yang muda.
"Teknologi membawa equality, memberi kesempatan bagi anak muda yang lebih akrab dengan teknologi untuk menguasai arena. Ya, benar, mereka perlu diberi kesempatan," simpul Zaky.
Barangkali tantangannya bukan ditujukan untuk anak muda, melainkan angkatan kerja senior yang mengira arena kompetisi masih sama dengan situasi satu dekade lalu. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved