Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
ADANYA Surat Edaran (SE) Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok Nomor UM 003/10/17/SYB TPK-17 tanggal 8 September 2017 tentang Ketentuan Pengisian Bahan Bakar Kapal telah menimbulkan kegalauan di kalangan pemilik kapal yang armadanya memasuki wilayah kesyahbandaran Tanjung Priok.
Keresahan atas SE tersebut terkait adanya ketentuan bahwa pelaksanaan pengisian bahan bakar minyak (BBM) ke kapal hanya boleh dilakukan di area labuh pada siang hari.
Padahal, selama ini nyaris banyak kapal mengisi BBM pada malam hari karena terkait dengan jadwal pelayaran yang harus berangkat pada pagi hari. Karenanya, dengan adanya SE tersebut dapat dipastikan akan berdampak pada biaya operasional kapal menjadi bertambah dan masa labuh kapal pun semakin bertambah.
Menanggapi kegalauan para pemilik kapal yang telah pula disuarakan oleh organisasi pemilik kapal Indonesia (INSA), pengamat kebijakan energi, Sofyano Zakaria, mengatakan bahwa pelarangan pengisian BBM ke kapal pada malam hari nyaris merupakan kebijakan yang tidak dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Sofyano yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik menambahkan bahwa regulasi International Maritime Organization (IMO) pun tidak mensyaratkan pengisian BBM ke kapal harus dilakukan pada siang hari.
Pengisian BBM ke kapal yang harus dilakukan pada malam hari, lanjut Sofyano, akan berpengaruh terhadap masa labuh kapal mengingat pengisian BBM ke kapal atau bunkering butuh waktu yang cukup lama yang tidak mungkin seluruhnya bisa dilakukan pada siang hari.
"Pengisian BBM ke kapal jika hanya boleh dilakukan pada siang hari bisa membuat terhambatnya jadwal perjalanan kapal yang telah diprogram memuluskan kebijakan tol laut yang sedang digalakkan kabinet Pemerintahan Jokowi-JK (Joko Widodo-Jusuf Kalla)," tambahnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (16/9).
Menurut Sofyano, UU Pelayaran dan regulasi IMO mensyaratkan bahwa pengisian atau bongkar muat BBM yang tergolong barang berbahaya wajib diawasi oleh pihak yang terkait dengan ketentuan yang berlaku, tetapi tidak mensyaratkan pengisian hanya boleh dilakukan pada siang hari.
Dengan demikian, asas hukum dari SE itu berpotensi dipermasalahkan oleh para pemilik kapal yang merasa dirugikan oleh SE tersebut.
"Artinya, pihak Direktorat Jenderal Perhubungan Laut harus merivisi ketentuan itu dengan menghapus ketentuan tentang pengisian BBM pada siang hari," tutup Sofyano.
Menanggapi SE tersebut, Ketua Umum Asosiasi Penyalur BBM Indonesia (APBBMI), Ahmad Faisal, mengatakan, pihaknya sangat mendukung pelarangan total kegiatan pengisian bahan bakar kapal dilakukan dengan mobil tangki.
Menurut dia, pengisian BBM ke kapal dengan mobil tangki sangat berbahaya dan tidak memenuhi aspek keselamatan kerja. Pelarangan terhadap mobil tangki lakukan pengisian BBM ke kapal, lanjut dia, harus didukung oleh aparat penegak hukum karena ini merupakan solusi mencegah penyalahgunaan BBM solar bersubsidi yang diperuntukkan di darat mengalir ke laut alias kepada pihak yang tidak berhak. (RO/OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved