Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
BADAN Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah dibubarkan pemerintah 13 tahun lalu. Meski demikian, apa yang telah dihasilkan lembaga itu masih berdampak hingga saat ini. Salah satunya penyelesaian hak tagih Fireworks Ventures Limited.
Kuasa hukum Firework, Eddy Nusantara, mengatakan perusahaan itu menerima pengalihan hak tagih dari PT Millenium Atlantic Securities (MAS) selaku pemenang lelang aset kredit macet PT GWP melalui PPAK VI yang digelar BPPNpada 2004.
Masalahnya, Fireworks tidak menerima kelengkapan dokumen berupa tiga sertifikat berbentuk SHGB bernomor 204, 205, dan 207 atas nama GWP terkait dengan lahan yang di atasnya berdiri bangunan Hotel Kuta Paradiso di Kabupaten Badung, Bali.
Belakangan diketahui, tiga sertifikat itu dipegang Bank Windu Kentjana International Tbk dengan klaim sebagai jaminan kredit modal kerja PT GWP sejumlah Rp43 miliar yang dilaporkan di Bank Indonesia sejak 2004. Namun, kenyataannya GWP tidak pernah menandatangani akad kredit baru apa pun seperti diklaim Bank Windu,yang kini berubah nama jadi PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk.
"Karena kami yakin penguasaan sertifikat atas nama GWP tersebut tidak sah, kami melaporkan kepada Bareskrim. Selain penggelapan, kami lihat ada potensi tindak pidana perbankan," kata Eddy lewat keterangan pers, Senin (24/7). Laporan yang dibuat Edy itu genap berusia setahun pada September 2017. Polisi dan jaksa menetapkan Tohir Sutanto dan Priska sebagai tersangka. Di sisi lain, praktisi hukum Boyamin Saiman memintakepolisian dan kejaksaan segera menuntaskan pemberkasan kasus dugaan penggelapan sertifikat GWP karena terkait dengan keadilan bagi korban sekaligus demi kepastian hukum.
"Jika bukti permulaan cukup kuat dan sudah ada tersangka, segera selesaikan berkas. Biar pengadilan yang mengambil putusan," katanya. Menurut Boyamin, kasus dugaan penggelapan sertifikat seperti itu sering terjadi dalam urusan utang-piutang.
Sebagian kasus merupakan warisan dari krisis moneter dan ekonomi yang pernah menimpa bank-bank komersial yang sempat ditangani BPPN.
Dalam hal ini kreditur lama sering menahan sertifikat ketika aset kreditnya sudah dijual BPPN dan jadi milik pihak lain sebagai pemegang hak tagih (cessie). "Sebenarnya kasus dugaan pidana penggelapan sertifikat bukan hal baru. Ini kerap terjadi, tapi banyak korban memilih diam dan berdamai padahal unsur pidananya sangat kuat."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved