Bank Mandiri Tunggu Penjualan Aset 7-Eleven

Fetry Wuryasi
04/7/2017 11:48
Bank Mandiri Tunggu Penjualan Aset 7-Eleven
(Gerai 7-Eleven di seluruh Indonesia telah ditutup per 30 Juni 2017. Berhentinya kegiatan operasional 7-Eleven yang dikelola PT Modern Sevel Indonesia diklaim tidak akan mengganggu perekonomian Indonesia. -- MI/M. Irfan)

PENUTUPAN gerai-gerai 7-Eleven (Sevel) oleh PT Modern Sevel Indonesia (MSI) menyisakan persoalan kolektibilitas kredit yang diperoleh selama 7-Eleven beroperasi.

Berdasarkan laporan keuangan PT Modern Internasional Tbk, total utang entitas anak usahanya itu mencapai Rp596 miliar yang terdiri atas utang jangka pendek Rp238 miliar dan utang jangka panjang Rp358,72 miliar.

Utang itu terbagi pada Standard Chartered Bank Cabang Singapura sebesar Rp243,96 miliar serta CIMB Niaga Rp187,6 miliar dan Bank Mandiri sebesar Rp 164,33 miliar.

Dirut Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pihaknya kini hanya bisa menunggu hasil penjualan aset 7-Eleven sebagai konsekuensi dari bangkrutnya usaha 7-Eleven. “Biasanya kalau sudah kepailitan, mereka jadi jual aset. Kita sekarang masih ikuti proses bagaimana prosesnya. Pinjaman yang besar bukan di kami,” ujar Tiko, sapaan akrab Kartika, saat ditemui di Gedung Bank Indonesia, kemarin.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunggu PT Modern Internasional Tbk (MDRN) untuk melaksanakan kewajiban memberikan keterbukaan informasi dalam waktu dua kali hari kerja terhitung sejak peng­umuman ditutupnya seluruh gerai ritel Seven Eleven.

“Saya kira dalam waktu dekat ya (keterbukaan informasi) karena ini kan sudah jadi informasi publik bahwa Sevel ditutup. Sesuai ketentuan harus ada keterbukaan informasi, mereka berkewajiban lapor mengenai keputusan yang diambil terkait bisnisnya,” ujar Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK Nurhaida.

Ketidakjelasan konsep
Fitch Ratings berpendapat bahwa penutupan gerai 7-Eleven Indonesia bukan persoalan industri ritel, melainkan mencerminkan persoalan yang khas dari usaha waralaba. “Fitch meyakini penutupan toko oleh PT Modern Internasional Tbk (Modern Internasional) menekankan bagaimana risiko dari regulasi yang berkembang dan pen­tingnya model bisnis yang solid untuk profil kredit ritel,” kata keterangan tertulis dari Fitch Ratings yang diterima Metrotvnews.com, kemarin.

Penutupan gerai sevel membuat penjualan Modern Internasional turun 28%. Perseroan juga mengalami kerugian pada 2016. Hal tersebut mempengaruhi rating perusahaan menjadi unsustainable.

Fitch meyakini permasalahan Sevel makin diperburuk dengan tidak adanya perbedaan yang jelas antara toko swalayan, Sevel, toko makanan cepat saji, dan restoran berukuran sedang di Indonesia. Model bisnis Sevel serupa dengan restoran karena menyediakan makanan siap saji, minuman, serta tempat duduk dan wi-fi gratis. Akibatnya, per­usahaan berhadapan dengan kuatnya persaingan dengan restoran cepat saji dan penjual makanan tradisional yang masih sangat populer di kalangan konsumen Indonesia.
Model dan risiko bisnis Sevel berbeda dengan minimarket dan convenience store lain, seperti Alfamart dan Indomaret, yang memberikan penekanan lebih besar pada belanjaan. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya