Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PENDIDIKAN merupakan faktor yang sangat mendasar bagi kemajuan bangsa dan negara.
Karenanya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertekad menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul di sektor tersebut, terutama mengenai guru.
Melalui Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2019 yang digelar pada 11-14 Februari mendatang, pengangkatan dan pemetaan guru menjadi salah satu pokok bahasan pada forum terbesar di bidang pendidikan dan kebudayaan itu. "Ke depan kami menjadikan guru sebagai ibu pendidikan," tutur Ketua Steering Committee RNPK 2019 Kemendikbud, Ananto Kusuma Seta, di sela-sela RNPK di Pusdiklat Kemendikbud, Sawangan, Depok, kemarin.
Ananto yang juga Staf Ahli Mendikbud Bidang Inovasi dan Daya Saing menjelaskan APBN 2019 sebesar Rp2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sekitar Rp492,5 triliun dikhususkan bagi sektor pendidikan.
Dari anggaran sektor pendidikan itu, sebesar Rp308,38 triliun, atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya didistribusikan kepada 20 kementerian/lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan.
Anggaran pendidikan terbesar berada di Kementerian Agama (Kemenag) sekitar Rp51,9 triliun (10,53%). Lantas Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) sebesar Rp40,2 triliun (8,14%) dan Kemendikbud Rp35,99 triliun (7,31%).
“Ini berarti tanggung jawab pendidikan semakin dilimpahkan ke daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Dengan anggaran yang semakin besar dari waktu ke waktu, kewenangan juga semakin diperbesar," ujarnya.
Pada tahun ini, Kemendikbud tidak lagi mengelola dana bantuan fisik karena langsung ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera). Pihaknya akan lebih fokus kepada pembinaan mutu, pengawasan, regulasi, dan afirmasi.
Kemendikbud berharap dapat bekerja sama dengan semua stakeholders pendidikan kita. Pasalnya, maju atau tidaknya pendidikan ditentukan pula oleh kinerja setiap kabupaten dan kota.
Di sisi lain, guru yang pensiun setiap tahun kini mencapai 40 ribu-50 ribu orang. Hal ini tentu berdampak pada sistem belajar mengajar di sekolah sehingga tidak ada pilihan lain selain mengangkat guru PNS baru. Untuk itu, dibutuhkan diskusi untuk menindaklanjuti mengenai penataan dan pengangkatan guru.
Distribusi
Ada persoalan lain yang harus diselesaikan pula, antara lain proses distribusi guru agar tidak ada penumpukan di satu daerah, meningkatkan profesionalisme guru, serta sistem penghargaan agar nanti tunjangan guru berbasis pada kinerja, bukan hanya absensi. Dengan sistem reward diharapkan guru lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas diri.
Ananto menambahkan, substansi profesionalisme dan tanggung jawab guru akan banyak dibahas pada RNPK 2019. "Nanti kami bahas, tidak sebatas rekrutmen yang 100 ribu guru, tetapi pemenuhan guru yang sudah disepakati untuk selesai sampai 2024. Ini tidak hanya menggantikan guru honorer yang kualitasnya tidak bagus, tetapi juga yang pensiun karena kebutuhan penambahan akses, terutama untuk pendidikan menengah. Ini kan aksesnya diperluas seperti wajib belajar 12 tahun, pastinya tambah murid, tambah sekolah, tambah guru. Semua ini akan dibahas bersama,” jelas Ananto.
Selain masalah rekrutmen, pendidikan guru pun tidak bisa diabaikan. Selama ini masih belum ada lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk jurusan tertentu, padahal dibutuhkan. Untuk mengisis kebutuhan tersebut, Kemendikbud berinisiatif menggunakan jasa para profesional di bidangnya yang memiliki sertifikat keahlian tertentu, semisal pelaut.
Para profesional itu akan dididik untuk penguatan pedagogi sehingga setara dengan guru. "Dalam Undang-Undang Guru, terminologi guru ada definisinya. Bisa jadi nanti bunyinya bukan guru, melainkan instruktur, agar sesuai dengan kaidah yang ada," ungkapnya.
Dalam kesempatan sama, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Suprano mengutarakan bahwa kemampuan pedagogi guru Indonesia masih lemah. Untuk memperkuatnya, Kemendikbud berupaya fokus untuk pelatihan pada bidang tersebut.
Mulanya, pelatihan guru itu berisi 30% pedagogi dan 70% konten. "Tahun ini kami akan ubah menjadi 70% pada pedagogi dan 30% untuk konten," cetusnya.
Menurut Ono, sapaan akrab pria berkacamata ini, jika guru memiliki kemampuan pedagogi yang baik, pembelajaran di kelas dapat lebih menyenangkan. Hasilnya, siswa dapat lebih aktif, proses pembelajaran lebih hidup, dan terjalin komunikasi dua arah.
Peningkatan pedagogi guru juga diperlukan agar siswa siap menghadapi era revolusi industri 4.0. Siswa harus lebih kreatif, kritis, inovatif, kompeten, dan punya kemampuan kolaborasi atau kerja sama. (Bay/S4-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved