Headline
BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia
BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia
“BENTAR-BENTAR jangan dimakan dulu! Mau kufoto dulu makanannya.” “Eh, udah nonton Goblin belum?” “Belum, apaan tuh?” “Drama Korea! Ah, enggak gaul, lu.” “Tahu video Om Telolet Om yang lagi viral itu enggak?” “Enggak. Apaan itu?” “Yah... enggak update, kamu!” “Udah pernah ke hutan pinus belum?” “Belum. Di mana itu?” “Yuk, ke sana. Hutannya bagus buat foto.” “Eh... fotoin gue, dong! Bagus nih interior cafe-nya. Instagramable.” ***
Sadarkah kalian, kemudahan akses dan pergerakan informasi saat ini yang sangat cepat ‘memaksa’ manusia untuk selalu bergerak mengikuti tren? Apakah dengan saya mengikuti drama korea terkini akan membuat saya bahagia? Apa sih, yang saya kejar sebenarnya dari keberhasilan mendapatkan foto yang bagus dari makanan ini? Apa yang membuat saya ingin sekali mengunggah foto tempat keren yang saya kunjungi ini ke akun medsos? Apakah tulisan saya nantinya membawa manfaat buat orang yang membaca? Refl eksi diri untuk @30haribercerita #30hbc1726 chyitraMatur nuwun, min. ***
Itulah kisah pemilik akun @chyitra yang ia unggah pada Instagram 30haribercerita. @chyitra adalah salah satu peserta tantangan @30haribercerita. Wahana berbagi cerita di Instagram itu menjadi solusi bagi mereka yang sudah punya niatan dan memang suka dengan menulis ini diklaim mujarab menyingkirkan rasa malas. Bermula dari ide sederhana di penghujung 2012, Rizki Ramadan, sang pencetus, menantang dirinya yang suka dengan ngeblog dan menulis tetapi terhambat rasa malas untuk rutin bercerita selama 30 hari rutin.
Ia pun memulai program personalnya ini pada 1 Januari 2013. Meski terkesan personal, dirinya enggak mau menulis sendiri. Ia pun sadar program personalnya itu akan berjalan lebih asyik jika ada yang menemani. “”Saya rasa, setiap orang tuh butuh cerita. Suka cerita. Tapi, kalau dilakukan sendiri kan, enggak seru, jadi ngajak-ngajakin orang lain. Platform pada 2012 yang kami gunakan adalah blog. Ya karena saat itu bloger hanya menggunakan blog,” ungkap Rizki kepada Muda, Selasa (17/1). Tujuannya sebagai fasilitas penyuka cerita yang masih terhambat berbagai alasan untuk memulai menulis dan jika dilakukan bersama, motivasi bercerita pun bisa dipacu. “Jadi semacam ngerasa ditemani dan diterima gitu ceritanya,” kata jurnalis di majalah remaja itu.
Dari blog ke Instagram
Meski sempat absen untuk rutin bercerita pada dua tahun berturut, 2014 dan 2015, Rizki kembali bersama proyek 30hariberceritanya pada 2016. Platform yang digunakan pun berkembang, bukan situs blog lagi, melainkan lewat mikroblog Instagram. “Kami pindah ke Instagram karena ya memang itulah media yang sedang ramai. Lagi pula, IG (Instagram) tetap memungkinkan kita untuk (agak) berpanjang-panjang dalam menulis cerita di kolom caption-nya.”
Di awal kehadirannya pada 2013, 30HBC diikuti sebanyak 91 partisipan pencerita. Berkembang pada 2016 yang mencapai kisaran 200 pencerita dan semakin banyak di 2017 mencapai 1.500-an pencerita. Sejak menggunakan Instagram, ia mengaku agak kesulitan untuk menghitung jumlah pasti para pencerita, dihitung berdasar jumlah tagar (hashtag) yang masuk tiap harinya. “Tapi, seperti hukum salat tarawih berjemaah di masjid kali ya, di minggu-minggu kedua ini, jumlah cerita yang masuk setiap harinya menurun, semoga sih di minggu terakhirnya jemaah ramai lagi. Hehe,” seloroh lelaki kelahiran April 1988 itu menanggapi santai komitmen para pencerita, Selasa (17/1). Agar kampanye kreatif yang bermula dari proyek personal itu berhasil, Rizki juga selalu mengajak para sukarelawan untuk ikut mengelola akun @30haribercerita.
Kolaborasi admin
Ia sadar, semakin banyaknya minat para netizen yang mengirimkan cerita mereka dan perlunya variasi jenis dan gaya bercerita yang perlu ditampilkan lewat regram akun 30HBC. Tahun lalu, ada 10 sukarelawan dan 2017 ini bertambah menjadi 13. “Nah, di tahun ini, kami bersepakat. Tiap admin yang bertugas mesti membacai cerita sebanyak mungkin yang mereka bisa. Tentu ini juga menyesuaikan dengan jadwal kami masingmasing. Dikerjakan di sela-sela kegiatan rutin kami seharihari. Ada yang bekerja, kuliah, bahkan ada juga admin yang masih SMA.” Setiap hari, akan ada 30 cerita yang di-regram. Ada beberapa pencerita yang juga menganggap sebagai kompetisi atau perlombaan, bahkan terobsesi untuk minta di-regram.
“Tiap admin memilih cerita yang paling menarik baginya. Tapi dengan pertimbangan bahwa akan ada banyak juga teman-teman lainnya yang akan suka. Beragamnya latar belakang para admin diharapkan bisa menghadirkan cerita dengan ragam tema/genre yang beragam juga. So, enggak ada kualifikasi khusus kecuali satu: ceritanya menarik. Dan rasanya, kita semua punya pemahaman yang sama tentang cerita yang bagaimanakah yang menarik itu.” Lelaki berkacamata ini menegaskan anggaplah regram sebagai bonus.
Buku Ini Mimpi Budi
Enggak cuma kenalan lewat cerita-cerita yang berseliweran di dunia maya, para pencerita juga kongko bareng. Hari ke-31, begitu sebutannya. Ajang untuk saling kenal langsung para pencerita, berbagi pengalaman mereka dalam mengikuti program 30HBC ini. Rizki pun bersemangat untuk mengulang kopi darat lagi di tahun ini. Rizki membeberkan bagaimana strategi 30HBC agar tetap menarik di tiap harinya. Selain memberikan tantangan tema pada hari tertentu, 30HBC mengaku kuncinya ialah berinteraksi, mulai mengingatkan untuk tetap semangat menulis, atau sekadar membalas komentar para pencerita, “Ya intinya, akun ini bukan robot, tapi manusia, suka juga berinteraksi.”
Cerita-cerita yang terhimpun tidak dibiarkan begitu saja menjadi jejak digital, tetapi dialihwujudkan dalam bentuk karya lain. Seperti rencana peluncuran buku berjudul Ini Mimpi Budi, hasil dari 30HBC 2016. “Kami akan rilis buku. Judulnya Ini Mimpi Budi. Kumpulan cerita pendek dari cerita-cerita terpilih 30 Hari Bercerita tahun lalu. Di hari ke-19 tahun lalu, tema ceritanya adalah Mengarang. Jadi para peserta mesti bikin cerita dari potongan kalimat yang sudah kami sediakan.” Ia pun membebaskan untuk para pencerita yang ingin mengalihwujudkan karya mereka menjadi karya lain. “Begitu juga kami, nanti kalau tiba-tiba muncul ide, kami akan kumpulkan tulisan-tulisan terpilih dari program ini untuk dibikin menjadi sesuatu lagi. Apakah itu? Biar jadi kejutan kita bersama saja.”
Terus berlanjut
Claudia Jasmine, mahasiswi sastra Indonesia Universitas Indonesia, salah satu pencerita, berharap kampanye kreatif ini tetap konsisten. “Harapan gue, mereka terus lanjutin kampanye ini dengan cara yang lain biar orang enggak bosan.” Sementara itu, Rizki, yang memulai 30HBC sebagai proyek personalnya, menganggap program ini sudah harus diseriusi, bukan sekadar iseng. “Sekarang sih, sudah enggak bisa iseng-iseng lagi. Mesti serius dan konsisten. Doain, ya. Semoga dari program ini juga, kita bisa memanfaatkan potensi kita sebagai manusia, yaitu berkarya, bikin cerita yang membawa kebaikan untuk orang-orang lain,” tutupnya. Kamu sudah enggak sabar berbagi cerita atau ingin membaca ceritacerita menarik di @30HariBercerita? jangan tunggu lama! (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved