Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
SEKITAR tujuh bulan, Paskah telah berlalu. Sehabis itu, tentu perayaan Natal makin menjelang, sekitar dua bulan lagi. Namun, Mudji Sutrisno yang sehari-hari dikenal sebagai rohaniwan Katolik, selain guru besar filsafat dan teologi, malah menggelar pameran tunggal sketsa. Ternyata ada pesan dalam pameran bertajuk ‘Paskah Gabah: Via Crucis’ di Galeri Cemara 6 Jakarta, 11-31 Oktober 2016. Meski pameran ini telah berakhir, pesan kuat masih akan tetap bergaung dari 40 karya sketsa dan beberapa karya lukis.
Menilik dari tajuk pameran, Paskah ialah kenaikan Tuhan Yesus atau Isa Almasih setelah disalib. Yesus bangkit dan diangkat ke surga, duduk disisi kanan Bapa, sedangkan gabah padi ialah padi kering yang harus jatuh ke tanah terlebih dahulu. Gabah harus kering dan mati terlebih dahulu sebelum ia tumbuh sebagai padi baru. Ya, gabah harus menderita terlebih dahulu sebelum menjadi padi baru.
Bermula dari peziarahan ke makam Ibu Teresa di Kalkuta, Mudji Sutrisno tergelitik. Ketika itu, ia membaca sebuah buku yang isinya tentang pergulatan batin Ibu Teresa sebelum ia meninggal. “Dia itu ketika melayani, membuat orang pantas meninggal di hadapan Tuhan. Dua tahun sebelum meninggal itu kosong hatinya. Padahal dia kan harus tersenyum semuanya. Lalu dia bertanya dalam imannya. Ini Tuhan mau memberi bagian apa,” terang pria yang akrab disapa Romo Mudji.
Pada akhirnya, Ibu Teresa menemukan itu di puncak Yesus disalib. Sebelum Yesus meninggal karena disalib, ia berdoa; Allahku, Allahku, mengapa Kau tinggalkan Daku? Eloi, Eioi, Lama Sabakhtani?” Setelah semua selesai, Yesus pun berdoa, “Allahku kuserahkan sekarang rohku.” “Jadi, itulah ditinggalkan. The Silent God itu harus dialami Yesus sendiri. Kematian kita itu kayak gitu karena dosa kita,” tandasnya.
The Silent God
The Silent God, begitu pesan yang diajarkan Romo Mudji. Bahwa tidak patut memperlakukan Tuhan seperti Tuhan yang memberi permen waktu kita kecil. Namun, sebaliknya. “La itu Natal persis. Itu kan tidak dewasa. Padahal saya mengajarkan melalui pameran ini Tuhan yang diikuti adalah Tuhan yang menderita,” ujarnya. Artinya, ketika manusia menderita, tidak lalu lari dari penderitaan itu. Satukan derita dengan derita yang sudah dipanggul dalam salib. “Makanya Via Crucis (jalan salib) ini. Ikutilah itu,” lanjutnya.
Romo Mudji mengajak untuk menghadapi kesepian, menghadapi penderitaan. Sebagaimana yang dicontohkan Ibu Teresa. “Contoh paling berat itu tadi, Ibu Teresa dari Kalkuta itu. Dia tersenyum terus tapi hatinya kosong,” tegasnya. “Tolong ini menjadi pelajaran kita. Jangan menghindari salib. Jangan menghindari penderitaan. Tapi hadapilah itu. Maka saya mengajak jangan hanya mensyukuri, memuji, berdoa pada Tuhan yang kalau kita senang ya kita pesta, ulang tahun, Tuhan Natal. Tapi tolong juga Tuhan yang menderita. Itu yang saya ajak.”
Jadi, ketika menghadapi penderitaan dan kesepian, yang patut dilakukan ialah memproses itu menjadi lebih baik. “Itu tahapnya bagaimana mendoakan, mengolah kesepian menjadi sunyi. Itu kan butuh doa, butuh refleksi diri, butuh meluangkan waktu. Supaya kita tidak digerus dan ditarik kesibukan-kesibukan sampai kita berada di luar diri kita. Gitu lo,” tammbahnya. Sepi ialah sepi yang kosong. Orang mau lari dari situ. Ketika diolah, didoakan akan menjadi
sunyi. Itu tahap berikutnya.
Ketika sunyi diolah makin mendalam lagi dalam doa dengan Tuhan dan dengan merefl eksikan lalu menjadi hening. “Maka kita selalu mohon, Tuhan berilah kami hening bertemu dengan-Mu. Dan saya mengajak umat. Tolong kamu jangan hanya gembira dengan Tuhan yang Natal, tapi Tuhan yang menderita,” pungkasnya. (Abdillah M Marzuqi/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved