Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Fokus

Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.

Detak Tari Suluk Sungai

ABDILLAH M MARZUQI
06/11/2016 02:15
Detak Tari Suluk Sungai
(MI/ABDILLAH M MARZUQI)

INDONESIAN Dance Festival (IDF) digelar kembali pada 1-5 November 2016 di lima arena, yakni Teater Jakarta, Graha Bhakti Budaya, dan Teater Kecil di Taman Ismail Marzuki (TIM) serta di Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta, dan Gedung Kesenian Jakarta. Helatan itu memasuki tahun ke-24 dan akan diisi dengan berbagai mata acara. Di antaranya, preopening pada 30 Oktober 2016 di Hutan Kota Kali Pesanggrahan, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, yang akan menampilkan pertunjukan tari karya Jefriandi Usman dan teater-tari karya Abdullah Wong.

Kemudian pada acara pembukaan festival akan ditampilkan karya Melati Suryodarmo di Teater Jakarta, TIM. Pemeran lakon kehidupan memaklumi satu dirinya hanya bagian dari sosok-sosok yang telah hadir dan akan dihadirkan. Butiran molekul dari air yang mengarus menjelajahi perjalanan pulang kepada Yang Mahapencipta. Menapaki jalan yang telah diciptakan Yang Mahamengetahui akan membuka pintu-pintu suara pujian kepada Yang Mahatunggal tanpa henti karena semua diciptakan hanya untuk menyembah-Nya.

Seluruh program pada IDF 2016 ini didesain kurator yang terdiri atas Helly Minarti (Indonesia), Tang Fu Kuen (Singapura), dan Seno Joko Suyono (Indonesia). Tema IDF 2016 adalah Tubuh Sonik. IDF 2016 hendak membicarakan segala kemungkinan perwujudan artistik yang merujuk pada tubuh manusia bersama gelombang suara di berbagai ruang dan dimensi-dimensinya yang saling berinterferensi. Dalam setiap ruang dan konteks tempatnya berada, tubuh manusia dapat menjadi pusat interferensi sekaligus memancarkan gelombang sebagaimana suara yang dapat menjelajah ke mana saja, merasuk ke berbagai dimensi untuk kemudian menemukan dirinya yang baru.

Kembali ke alam
Dalam karya berjudul Suluk Sungai, Abdullah Wong memulai pengenalan proses kehidupan dengan mengembalikan seluruh yang terlibat dalam produksi karya seninya ke alam. Karya itu mengembalikan kemanusiaan manusia kepada hakikatnya sebagai bagian dari alam. Menjadi satu dengan air, angin, tanah, kayu, mineral, api, iklim, udara, binatang, tumbuhan, dedaunan, kotoran, kesucian, makna, sebab, dan tujuan. Meleburkan detak jantung dengan gemuruh bumi, napas dengan desir angin, serta darah dengan aliran air. Indra manusia menerima alam sebagaimana alam menerima kehadiran mereka.

Menariknya, tak ada yang direnggut dari kehidupan keseharian semua orang yang dilibatkan meski proses mengembalikan manusia ke hakikatnya ini tidaklah mudah. Proses pemahaman seluruh peran tidak selalu melalui pikir dan pengamatan, pelajaran hadir lewat ilham, eksplorasi spiritual, hingga mimpi yang diberikan alam fisik dan spiritual. Dua hal yang kerap dipisahkan dalam kehidupan seharihari karena memuja logika. Suluk Sungai dapat ditafsirkan dengan berbagai pendekatan. Kata suluk kerap diartikan sebagai menempuh perjalanan. Kata syariat juga merupakan tafsir bagi kata
suluk.

Bersuluk bagi seseorang mencakup pengenalan diri, memahami hakikat kehidupan, mengenali sifat ketuhanan, dan mencari kebenaran sejati. Ini dilalui dengan menempa diri seumur hidup dengan menjalankan syariat menyucikan batin dan terus-menerus memperbaiki akhlak sebagai kegiatan yang tiada henti menjadi bagian dari alam yang mengabdi kepada Yang Pengasih dan Penyayang. Sementara itu, sungai ialah jalan. Air di dalamnya semata bertugas mengalir sebagaimana alam yang telah diatur Mahapengatur untuk menjalankan peran yang tidak tergantikan bagi kehidupan.

Suluk Sungai dimulai dengan gambaran bahwa setiap manusia dilahirkan bersama ‘sungai’ kehidupan masing-masing. Awal perjalanan ditapaki dengan lugu hingga memasuki labirin dan ruang peran yang telah dijalani orang-orang terdahulu, kehidupan bermasyarakat yang sarat dengan label, nama, status, kekuatan, kekuasaan, dan hawa nafsu yang deras arusnya.
Pikir dan kegelisahan memunculkan pertanyaan yang diajukan dengan amarah. Arus deras menyesatkan kerap menghilangkan orientasi arah.

Saat ketenangan tampak sudah terjalin, kegelisahan yang bagai api dalam sekam mudah tersulut kembali menjadi api yang bergumul membakar manusia dan kehidupan sekitarnya. Ketenangan ditemukan mereka yang mendapatkan dan menjalankan kembali syariat sebagai bagian dari alam yang bersyukur karena diberi kesempatan mengabdi. Suluk Sungai dihadirkan di alam terbuka sehingga siapa pun yang menyaksikannya secara langsung menjadi bagian dari peristiwa penyajian
cerita Suluk Sungai.

Suluk Sungai merupakan sajian dari lintasan hidup yang dihidupkan siapa pun yang hadir dan ikhlas mengembalikan dirinya sebagai bagian dari alam. Mengalir bersama arus sungai tanpa tergulung terbenam arus. Adegan dibuka dengan kehadiran empat janin yang masih dihidupi tali pusar di dalam rahim ibu. Filsafat Nusantara yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan sedulur papat, limo pancer. Unsur kelima hadir menghidupkan empat janin untuk memulai perjalanan yang dimulai dengan hanya memuja Nama Yang Maha Esa.

Kemudian atas ijin Yang Mahapemberi Kekuatan, setiap sosok berdiri merengkuh jati dirinya. Memuja dirinya. membanggakan kehidupannya. Menyombongkan identitasnya. Kekuatan dan kekuasaan menimbulkan persekutuan dan perselisihan. Perebutan labirin dan ruang peran terjadi tanpa pemahaman peran itu sendiri. Kekuasaan mengakibatkan erupsi peran dan erosi pemahaman hingga ke titik jenuh. Babak berlanjut pada keseharian pemeran. Tanpa pemahaman yang cukup, pelaku menemui ruang hampa dan pertanyaan kembali bermunculan, hingga pencarian mempertemukan aku dengan Aku yang tunggal, tak bermula dan tak berakhir. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya