Kala Spanyol Berpadu dengan Padang

APA jadinya bila menu-menu autentik Padang dipadukan dengan cita rasa dan kultur Spanyol? Marco Padang Peranakan membuktikan penyan­dingan keduanya bisa menghasilkan cita rasa yang istimewa. Perpaduan itu dirasakan saat tiga siswa Akademi Kuliner Gredos San Diego College, Spanyol, yakni Guerlemo Prado Yebra, Ruth Argiz Guillen, dan Maria Almudena Sanchez Lopez menyajikan menu kreasi mereka. Selama enam minggu sejak 25 Agustus 2016, mereka belajar masakan Indonesia, khususnya khas Padang. Lengkap dengan bumbu, teknik memasak, dan filosofi di balik sajian itu. Marco Padang Per­anak­an dipilih Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) dan men­dapatkan du­kungan dari Kementerian Pariwisata RI melalui Tim Percepatan Pengembangan Destinasi Wisata Kuliner dan Belanja.

“Mengglobalkan makanan Indonesia bisa dicapai dengan cara bertukar ilmu pengetahuan kuliner. Ketiganya nantinya kembali ke negara mereka dan akan menjadi duta-duta kuliner Indonesia,” jelas Vita Datau Messakh, Ketua Akademi Gastronomi Indonesia (AGI), di Jakarta, beberapa waktu lalu. Tak hanya pembelajaran soal bumbu masak yang menjadikan program semacam ini menarik, tapi juga pengenalan teknik memasak. Maria Almudena Sanchez mengaku mereka mulanya kaget ketika tidak menemukan oven dalam proses memasak. “Di Spanyol kebanyakan dimasak dengan oven, jadi awalnya kami bingung,” katanya sembari tertawa. Di sisi lain, bervariasinya bumbu masak­an Indonesia membuat mereka terkesima. “Di sini ada banyak sekali pilihan bumbu dan rempah-rempah, rasanya ingin bawa semuanya ke Spanyol andai bisa,” puji Guerlemo Prado Yebra atas kekayaan alam Indonesia.

Serba-fusi
Fusion dengan Spanyol itu tidak mening­galkan ciri khas masakan Padang. Lihat saja menu pembukanya, croquetas de rendang and chupito de salmorejo. Kroket dengan lapisan luar yang garing menyim­pan isian berupa rendang yang terasa lembut di mulut. Menariknya, kroket ini disandingkan dengan salmorejo alias sup tomat. Bagi ketiga murid asal Spanyol itu, cuaca di Jakarta mirip dengan salah satu kota cantik di negara mereka, yakni Cordoba. Mereka takjub karena di Indonesia hampir semua menu berkuah disajikan panas. Mereka lantas ingin memperkenalkan sup dingin dari tomat yang biasa dikonsumsi saat cuaca panas. Rasa masam dan dinginnya memang menyegarkan, tapi bagi yang belum pernah makan sup dingin, butuh waktu untuk menyesuaikan diri.

Lalu ada sopa de pescado and ensalada berupa sup berbahan hidangan laut. Meski menggunakan cara memasak sup ala Spanyol, sup ini dipadukan dengan panggan pacak ala Marco. Sajian itu makin istimewa dengan ensalada yang mendampingi. Salad itu dipadukan dengan daging dendeng kering yang memberikan rasa gurih dan kerenyahan ekstra. Ini bisa menjadi alternatif menarik bagi orang-orang yang tidak me­ngon­sumsi bacon. Brocheta de pollo al ajillo lantas menjadi hidangan utamanya, berupa satai dengan potongan daging yang lebih besar ukurannya dari rata-rata satai di Indonesia. Bawang putih juga banyak digunakan di menu ini kare­na menjadi bumbu yang biasa dominan di hidangan Spanyol.

Terakhir, santap siang kami kali itu ditutup dengan rasa manis yang berkesan berkat crepe de crema de coco and jackfruit. Hidangan penutupnya berupa crepe yang diisi dengan krim kelapa dan nangka. Manisnya tidak berlebihan, tapi sulit dilupakan. Meski menu hasil kreasi murid Seni Kuliner Gredos San Diego School di Marco Padang Peranak­an itu sudah dipresentasikan pada 25 Agustus, butuh waktu untuk menu tersebut tersedia di restoran tersebut. Chef Marco Lim, Executive Chef Marco Padang, menjelaskan, “Kami perlu latih orang-orang di restoran dulu supaya bisa menyajikan menu-menu itu.” Kini, menu fusion Spanyol-Padang tersebut sudah bisa dinikmati sebagai pilihan bila Anda ke restoran tersebut. (M-4)