Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
PANGGUNG itu terang benderang sehingga properti artistik dapat dilihat dengan jelas tanpa harus memicingkan mata. Sederhana, hanya ada batangan logam berbentuk kotak persegi panjang. Tepat di sentral panggung, batang logam itu berdiri dan berkukuh sembari memberi bentuk. Tak beberapa lama, setelah kursi penonton banyak terisi, lampu meredup dan ruangan pun menggelap berangsur-angsur, pertanda pertunjukan akan segera bermula. Malam itu ialah pentas Rosalind yang dilakonkan James Cousins Company pada 25 Oktober 2016 di Pusat Perfilman Usmar Ismail Jakarta. Sebelumnya, judul itu nantinya akan dipentaskan di Gedung Teater Kecil ISI Surakarta pada 29 Oktober.
Pentas Rosalind berada pada rangkaian UK/ID Festival 2016 yang berlangsung pada 18 Oktober-10 Desember 2016. UK/ID Festival ialah sebuah program berkelanjutan selama tiga tahun untuk membangun hubungan antara para seniman dan pekerja kreatif di dua negara, Inggris dan Indonesia. Pentas tersebut ialah karya terbaru dari koreografer muda Inggris yang sedang naik daun, James Cousins. Judul itu terinspirasi dari salah satu karya Shakespeare, yakni As You Like It. Sebanyak empat penari terlibat dalam garapan itu, yakni Chihiro Kawasaki, Seunghyun Kim, Heejung Kim, dan Inho Cho.
]
Ceritanya bertutur tentang seorang wanita yang paling keras kepala dan mandiri bernama Rosalind. Karakternya digambarkan sebagai sosok yang pintar, lucu, dan penuh rasa ingin tahu. Ia berani memulai perjalanan dengan dilandasi rasa cinta untuk menemukan jati diri. Rosalind menantang stereotipe gender dan menumbangkan batas-batas konvensi sosial. Rosalind boleh dianggap sebagai pahlawan wanita abad ke-21 meski karakter itu telah diciptakan lebih dari 400 tahun yang lalu.
Modern sekaligus konservatif
Pentas ini mengikuti karakter Rosalind saat ia tidak terima dengan keputusan pengadilan yang dipimpin pamannya. Ia diadili karena telah jatuh cinta kepada Orlando pada pandangan pertama. Ia pun melarikan diri ke Hutan Arden. Pentas ini mengambil latar sebuah kota yang punya dua kondisi bertolak belakang. Modern sekaligus konservatif pada siang hari, tapi sebaliknya, di malam hari, kota menjelma menjadi negeri dongeng. Di situ, setiap orang menemukan kebebasan untuk menjadi siapa saja dan berhubungan dengan siapa saja. Itulah sebabnya, suatu ketika kerangka kotak itu diperlakukan layaknya sebuah ruang fantasi tentang apa pun.
Penari berlindan dan kerangka kotak itu menjadi bagian pertunjukan utama. Namun, terkadang pula kotak itu hanya dibiarkan begitu saja, seolah tanpa harus disikapi dan direspons para penari. Permainan cahaya dan olah tubuh dari para penari menjadi perhatian utama dalam pementasan ini. Ditambah lagi musik dan suara pengiring yang menjadikan pentas ini begitu terasa hidup. Semuanya mampu berpadu dan akhirnya mampu memperlihatkan gairah dan kefasihan Rosalind yang melampaui kata-kata.
Ketika itu, gerak-gerak membimbing penonton masuk dalam imajinasi sosok dan ruang.“Produksi baru ini bukan berusaha menceritakan kembali suatu kisah melalui tarian. Shakespeare telah menguasai itu dan tarian tidak akan bisa melakukannya dengan lebih baik. Namun, tarian bisa menceritakan kisah lain. Ketika kata-kata gagal berfungsi, maka bahasa tubuh kita terus berbicara; tubuh kita tak pernah berhenti berkomunikasi,” begitu kata James Cousins. (Abdillah M Marzuqi/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved