Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
TENUN pekalongan kini menjadi kain yang akrab bagi Rosella May, desainer muda asal Inggris. Bersama dengan desainer Indonesia pemilik label Soe Jakarta, Monique Soeriaatmadja, ia menggodok konsep tenun pekalongan yang baru. Mereka kemudian menggandeng perajin-perajin lokal untuk produksi. Karya kolaborasi May dan Monique itulah yang tampil sebagai busana-busana modern sekaligus edgy dan clean dalam Jakarta Fashion Week (JFW) 2017. Koleksi mereka di antaranya terdiri atas celana 7/8 dengan kerut bertali di bagian bawah, kemeja dengan lengan ekstra panjang. Seluruh busana itu memiliki aksen tali-tali atau kantong.
Sementara itu, palet warna yang dipilih ialah putih dan warna-warna dusty. Monique menjelaskan konsep busana mereka terinspirasi dari Lee Miller, model yang beralih menjadi fotografer perang pada 1920- an. “Tantangan koleksi ini menciptakan garis desain yang tegas,” ujar May yang terkenal dengan inovasi denim rajut, Senin (24/10). Desainer yang juga merupakan desainer denim untuk Calvin Klein itu mengungkapkan akan terus membuka kolaborasi. Tidak hanya May, desainer Inggris lainnya Billie Jacobina berkolaborasi dengan Amanda Lestari, desainer label Lekat. Mereka mengolah tenun badui dengan paduan teknik screen-printing, cetak digital, batik, hingga sulaman.
“Untuk padu padan bahan tekstil, menjadi tugas Billie agar cetak digital yang menjadi kekuatannya bisa dieksekusi,” ungkap Amanda soal duet yang mereka lakukan. Sementara itu, ia sendiri mengaplikasikan berbagai detail rumbai yang memang menjadi ciri khasnya. Karya mereka berpadu apik menjadi long coat dengan permainan warna yang atraktif dan berdetail rumbai di bagian bawahnya. Ada pula celana kulot berdetail sulaman. Kolaborasi desainer Indonesia dan Inggris ini menjadi bagian dari program Fashion Futures yang bekerja sama dengan British Council. “Kerja sama ini dilakukan untuk saling mengenalkan dua budaya di dua negara tersebut,” jelas Director Arts & Creative Industries Indonesia British Council, Adam Pushkin. Soal pemilihan desainer Inggris yang terlibat, British Council membuka aplikasi di negaranya. Desainer yang menjadi kandidat kemudian ditawarkan kepada desainer yang ada di Indonesia.
Motif suku Dayak
Eksplorasi kain Tanah Air bukan saja dilakukan di program residensi dari British Council, di peragaan lain JFW 2017, Albert Yanuar mengangkat motif lokal suku Dayak. Arit Linawa, demikian motif yang dituangkan Albert pada material dutches hingga tile, dengan menggunakan teknik cetak digital. Motif itu dituangkan dalam bajubaju bersiluet memeluk tubuh, A line, serta potongan tanpa lengan. “Ada teknik sulam juga tetapi menggunakan mesin karena produksinya banyak,” tambah Albert soal detail dalam koleksinya.
Dalam rangkaian itu hadir pula koleksi Billy Tjong dan Andhita Siswandi. Billy menampilkan gaungaun seksi baik yang ringan melayang maupun memeluk tubuh. Kemampuannya mengeksekusi detail terlihat dalam gaun menerawang dengan panel-panel kecil yang dipenuhi payet. Sementara itu, Andhita Siswandi memberikan tampilan berbeda dengan hadirnya potongan jas, bomber jaket, serta aksen ruffl es bertingkat. Pada peragaan Selasa (25/10), cerita lokal hadir dalam peragaan karya Patrick Owen. Lewat koleksinya Patrick mengaku ingin memberikan pemahaman bahwa denim bukan sekadar jins, melainkan palet warna biru hasil pergeseran antara indigo menuju biru abu-abu.
Inspirasi cina peranakan masih menjadi pilihan Patrick, terlihat pada padu padan atasan lengan panjang dengan celana berpotongan longgar dengan lipitab di daerah lutut. Sementara itu, atasannya memiliki detail kerah cheongsam dengan tali temali berwarna hitam yang seakan menyatukan kedua sisi. “Biru itu warna yang esensial, di setiap detil kehidupan pasti ada, mulai dari senang juga sedih. Untuk material, menggunakan cashmere, polyester, juga wol,” tuturnya. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved