NAMA seseorang selalu identik dengan asal suatu daerah. Nama itu pula yang membuat seseorang bisa langsung dikenal tatkala ia menyebutkan namanya. Jati diri itulah yang masih melekat bagi sebagian masyarakat di Indonesia.
Nama-nama tumbuhan dan pepohonan di Betawi, misalnya, masih lekat dengan kedaerahan. Sebut saja, Manuel Boeng Napium, 88, warga Kampung Sawah, Kota Bekasi, Jawa Barat. "Boeng itu sebenarnya nama dusun di Kampung Sawah di zaman dahulu," tutur Boeng di kawasan Kampung Betawi, pekan ini.
Tentu saja, keberadaan nama memang identik dalam konteks kultural. Hal tidak hanya terjadi di Betawi, tetapi juga di daerah lainnya. Di Batak Karo, Sumatra Utara, misalnya, masyarakat memberikan nama berdasarkan tempat hingga suatu peristiwa (kejadian).
Sejarawan JJ Rizal menilai pemberian nama-nama orang tidak terlepas dari beberapa hal, meliputi nama tempat, nama sungai (kali), dan nama hutan. "Itu identitas kultural sehingga nama orang lebih mudah dikenal."
Selain itu, ia menjelaskan nama orang pun kerap diberikan orangtua karena berhubungan dengan geografi. "Saya kira tidak nama orang saja. Namun, nama tempat juga berhubungan dengan kultur suatu daerah," papar pendiri Komunitas Bambu, Depok, itu.
Rizal menjelaskan masih banyak nama orang di Betawi yang mengarah kepada nama buah-buahan atau tanaman. Itu menunjukkan mereka menjunjung tinggi daerah dan kultur. Hal itu dinilai bagus karena mereka tidak menggunakan nama Eropa.
"Saya pernah meneliti. Nama orang masih diberikan atas dasar tempat dan kebun. Ini memang sedikit aneh, tetapi dalam tinjauan saya itu memang ada di Betawi," tegas Rizal. (Iwa/M-2)