Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Lelaki berkumis menatap kosong. Bajunya bergaris hitam-merah. Celananya hitam selutut. Di pinggangnya, sehelai sarung terikat erat. Dia tampak tergesa-gesa seakan sebuah kejadian nahas baru saja terjadi di desa.
Dia mengacungkan tangan kirinya ke arah pematang sawah sembari menatap ke arah seorang perempuan berkebaya. Raut wajah perempuan itu pun sedikit tercengang. Ia mangap dan merasakan waswas perihal kabar sang lelaki.
Lekas-lekas, si perempuan memberesi bakul. Ia menarik kain ikatan agar bakul terpasung rapi dan segera bergegas pergi. Mungkin untuk menyelamatkan diri atau mengamankan semua bahan pangan. Kebutuhan sehari-harinya.
Gambaran itu terlihat jelas pada lukisan karya seniman Yogyakarta, Djoko Pekik, berjudul Penganiayaan Obsesif (cat minyak di atas kanvas, 1965). Itu merupakan salah satu karya yang dipajang pada pameran bertajuk New Life of Indonesian Paintings (1950-1960) di Museum State of Oriental Art, Moskow, Federasi Rusia, September-Oktober, ini.
Pada helatan seni itu, ada 12 karya seniman maestro Indonesia yang disuguhkan. Mereka tak lain seniman yang mengalami peristiwa Gerakan 30 September 1965. Semua pun diabadikan dalam karya lukisan. Selain karya Djoko Pekik, ada sederet nama lain, yaitu A Rustamadji (alm), Nasir Bondan, Itji Tarmizi (alm), Basuki Resobowo (alm), Mursidi, dan Kunsoyono.
Mereka semua merupakan seniman Lekra, organisasi kebudayaan sayap kiri yang pernah ada di Indonesia. Namun, setelah Gerakan 30 September, Lekra dilarang bersama dengan Partai Komunis Indonesia.
Tujuan pameran ini tentu bukanlah terkait dengan suatu paham atau politik tertentu. Karya-karya itu sedianya merupakan koleksi pribadi Natalia Chevtaykinoy dan Vilaine Sikorski. Dua kolektor Rusia itu pernah tinggal di Indonesia. Mereka mendonasikan 33 lukisan kepada Museum State of Oriental Art. Dari jumlah tersebut, baru 12 karya yang dapat direstorasi.
Peremajaan karya
Ada hal menarik yang saya temui di helatan bergengsi ini. Yakni, pameran sebagai proses untuk menindaklanjuti proses rehabilitasi. Mulai penguatan, duplikasi pada bagian lukisan yang rusak, dan penambalan pada bagian yang sobek atau pudar tak terlihat.
Berbagai fragmen dan pola hak cipta mengalami perubahan mendasar. Ini bisa kita tengok pada karya Rustamadji berjudul Perempuan dan Bakul (93x63 cm, cat minyak, 1961). Begitu pula pada karya Resobowo berjudul Keluarga (50x63 cm, cat minyak, 1960).
Lukisan Keluarga, misalnya, mengalami kerusakan terparah jika dibandingkan dengan karya lainnya. Beberapa karya mengalami kerusakan pada kadar warna, kanvas yang reyot, dan objek (bentuk) yang termakan usia dan akibat cuaca.
Dua kurator pameran, Irina Solovyova dan Galina Sorokina, dalam pameran itu pun memastikan pendewasaan karya sangat perlu. Restorasi karya ini penting agar karya dapat bertahan lebih lama lagi. "Awalnya memang sudah ada yang pudar dan rusak, sekarang karya hidup lagi," tutur Irina dalam kuratorialnya.
Karya Mursidi, berjudul Perempuan dan Bayi (75x53 cm, cat minyak, 1960) awalnya juga mengalami kerusakan. Terutama, pudarnya warna cat. Itu membuat objek lukisan buram dan koyak.
Begitu pula karya Nasir, berjudul Perempuan (88x73,5 cm, cat air, 1960). Sebelum restorasi, lukisan itu diserahkan tanpa tandu. Serat di tepi gambar terputus. Tepatnya di tengah diagonal. Mungkin dilipat saat karya dibawa ke Moskow. Namun, proses pengerjaan yang profesional, semua karya kembali apik. Enak dipandang mata.
Galina pun menambahkan, secara mekanik, banyak goresan pada lapisan cat dan terdapat pula debu. Ini membuat tim restorasi dari museum pun melakukan tindakan secara baik, teliti, dan ulet.
Lewat pameran ini, ada sebuah pesan penting tentang upaya menjaga hubungan erat dua negara lewat seni. Kini, lukisan realisme sosial Indonesia karya Djoko Pekik dkk pun hidup kembali laiknya karya maestro dunia di Museum Oriental Moskow. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved