Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
LAMPU-LAMPU mulai menyapa di Cassis Kitchen di Jalan KH Mas Mansyur, Jakarta. Satu per satu tamu berdatangan pada Selasa (23/8) sore. Kebanyakan sudah melakukan reservasi lebih dahulu. Di setiap sudut terdengar orang-orang bercengkerama dengan suara yang terkadang sedikit dikeraskan agar tak tenggelam oleh alunan musik yang lumayan bersemangat. Jika Anda pernah ke Cassis di awal pendiriannya pada 2011, jelas mudah menyadari hal berbeda terjadi di sana. Pasalnya, dulu Cassis salah satu restoran fine dining pertama di Jakarta. Suasana formal terlihat dari dekorasi dan aturan berpakaian pengunjung. Semua itu tak berlaku lagi sejak rebranding menjadi Cassis Kitchen pada 2015. Menunya pun tak lagi sebatas hidangan Prancis, melainkan dari Eropa dan negara-negara lain.
Suasana yang lebih santai di restoran tersebut, kini ditunjang dengan penyediaan pilihan rasa yang makin ekploratif. Sejak Agustus, Cassis Kitchen memiliki program baru yang dinamai tasting table. Sebulan atau dua bulan sekali, akan ada chef internasional yang diundang untuk memasak di restoran tersebut, menyajikan menu khusus untuk pelanggan selama beberapa hari saja. Budi Cahyadi, Director of Operations Cassis Kitchen, ialah sosok di balik program tersebut. Menurutnya, tasting table sengaja diciptakan untuk menjawab kebutuhan kaum urban yang gampang jenuh dan mendamba rasa-rasa baru.
Media Indonesia berkesempatan mencicipi tasting table yang perdana pada 23 Agustus 2016. Kali itu, chef Carlos Montobbio kelahiran Barcelona, Spanyol' yang diundang. Sehari-harinya, Montobbio memasak untuk restoran Esquina di Singapura. Dia sengaja didatangkan langsung untuk menyajikan menu andalannya, yakni hidangan Spanyol. Tak kurang dari sembilan jenis tapas dihidangkannya.
"Tapas merupakan konsep makanan Spanyol yang memiliki rasa kuat, enak, dan mudah untuk dibagikan," jelas Montobbio. Dia menambahkan di negara asalnya, tak ada seorang yang pergi menikmati tapas sendirian, jadi memang identik dengan momen berbagi makanan. "Kultur makan tapas mirip dengan tradisi makan dimsum yang biasanya tidak sendirian," imbuhnya.
Ekspansi rasa
Sebagai pembuka, ajoblanco menjadi pilihan. Penyajiannya menarik, kami mendapati potongan ikan bilis dan buah delima. Potongan itu disebar di atas mangkuk yang terlihat terlalu besar untuk ukurannya. Ternyata kemudian pelayan menuangkan gazpacho almond, sejenis sup dingin khas Spanyol. Rasanya gurih, manis, diselingi kejutan asin dari ikan. Kemudian ada Spanish nigiri yang tampak serupa sushi. Padahal bukannya menggunakan nasi, bagian putihnya terbuat dari bacalao brandade. Sementara itu, yang tampak seperti ikan di atasnya ialah pepper yang sudah dipanggang. Rasanya benar-benar lembut di mulut.
Ekspansi rasa betul-betul dihadirkan dalam satu set menu tapas kami malam itu. Ada yang rasanya lembut, ada yang kuat mengejutkan. Segalanya dibuat sangat variatif sehingga tidak membosankan. Seperti itu juga ketika kami menikmati iberico ham shabu-shabu, ada permainan tekstur makanan. Daging ham dicelup ke busa esens tomat yang tampak kekuningan dengan air bening di bagian bawahnya. Busa tomat tak berwarna merah karena mereka merendamnya minimal seharian penuh. Menikmati hidangan ini harus cepat karena busa akan hilang dalam hitungan menit. Setelahnya, sisa jus tomat dalam gelas sungguh menyegarkan untuk diteguk sekalipun tercampur olive oil dari pencelupan daging sebelumnya.
Masih terkait dengan tekstur, ada spanish octopus yang amat menarik. Gurita panggang kenyal disajikan dengan saus yang rasanya menarik, campurannya jerussalem arthicoke puree, bawang bombai bakar, acar rumput laut, dan oyster leaf. Lalu ada suckling pig, cauliflower, dan caramelized foie gras terrine. Pada hidangan penutup, ada dua menu yakni BBC yang terdiri dari pisang, beer ice cream, dan salted caramel serta petit four berupa pasta dark chocolate di atas crispy bread yang dilengkapi dengan sea salt dan butiran olive oil caviar di atasnya. Ketika menikmati petit four, saya merasa telah menutup santap malam dengan sempurna. Terlihat sederhana, tetapi meninggalkan kesan yang melekat di indra perasa.
Bagi para penikmat wine, tasting table kali itu dipastikan memuaskan. Cukup membayar Rp650 ribu++ untuk menikmati satu set hidangan tapas dan tambahan Rp495 ribu++ jika ingin menikmati wine pairing. Ada lima jenis wine yang ditawarkan, masing-masing dipilih khusus dipadankan dengan rasa makanan yang dihidangkan. Nah jika penasaran, ini membawa lidah ke petualangan rasa berikutnya, 17-18 September ini Cassis Kitchen mengundang chef Jethro Vincent dan chef Kevin Chung. Kedua ekspatriat tersebut terbilang terkenal di Indonesia karena hidangannya di Sisterfields-Bali. Di Cassis, mereka akan menawarkan Australian brunch.
Meski berkapasitas 120 orang, Cassis Kitchen membatasi tasting table untuk sekitar 80 orang, jadi sebaiknya reservasi lebih dulu. Bagi yang muslim atau yang tidak memakan olahan daging babi dan alkohol, jangan ragu memesan khusus saat reservasi. Secara khusus bahan-bahan tersebut akan diganti, tanpa menghilangkan cita rasa menawannya. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved