Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
GANG-GANG yang hidup 24 jam, toko-toko bahan baku di jalan sempit tetapi punya perputaran omzet kencang hingga indsutri kecil dengan para pengusaha mudanya yang terus bertumbuh, kisah tentang kencangnya denyut ekonomi di sentra industri UKM di Kota Bandung, Jawa Barat, ini mungkin belum banyak tereksplorasi para pelancong, bahkan juga warga kotanya.
Sebutan blok, yang menandai eksistensi industri UKM yang terlokalisasi di kawasan RW, kelurahan bahkan kecamatan tertentu, menjadi penanda Bandung sejak berpuluh bahkan beratus dekade lalu telah punya sejarah panjang tentang ekonomi perkotaan.
Roda ekonomi digerakkan warga kota berbasis pada kreativitas, sumber daya lokal serta tenaga kerja, termasuk yang berkategori pekerja informal. Sistem pelatihan yang organik dan tervalidasi antargenerasi pun bisa mengubah pekerja informal yang semula minim keterampilan menjadi pengusaha baru. Regenerasi pun berlangsung dan berkelajutan.
Warga menggerakkan ekonomi, mereka berdaya, mandiri, dan berkontribusi untuk perkembangan kota dengan melakukan berbagai pengembangan. Bahkan, dari blok-blok yang telah diidentifikasi Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan (KUKM dan Perindag) Bandung, berjumlah 30, Bandung pun kemudian hidup dengan industri kreatif kekiniannya.
"Karena sudah ada basisnya, anak-anak muda Bandung mengembangkan berbagai industri kreatif, seperti distro, clothing, kerajinan tangan, hingga kuliner," kata Tabroni, Kepala Seksi Industri Tekstil dan Produk Tekstil Dinas KUKM dan Perindag Bandung ketika dijumpai Muda di kantornya di kawasan Kawaluyaan, Bandung, Kamis (14/7). Jadi, mari mengeksplorasi dan belajar dari para pelaku di blok-blok itu, termasuk dari anak-anak muda yang menjadi generasi ketiga hingga keempat yang menggerakkan eksistensinya.
Tahu Cibuntu, terus berdegup
Kehidupan selalu berdenyut kencang di Jalan Aki Padma, Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay. Bau kedelai rebus menguar dari bangunan-bangunan yang sebagian besar berlantai dua itu.
Kayu bakar, tabung gas, karung-karung kedelai, dan para pekerja yang menggunakan sepatu bot plastik, hilir mudik di kawasan yang bisa diakses dari Jalan Terusan Pasir Koja, Bandung itu.
Kesibukan makin terasa saat memasuki bangunan-bangunan dengan warung-warung kecil, gerobak bakso, hingga nasi goreng di depannya. Belasan hingga puluhan pekerja berbagi tugas, memasukkan kedelai rebus ke dalam mesin giling yang digerakkan dengan listrik, menguliti biji hingga memotong-motong tahu dalam nampan bambu lebar.
Blok Tahu Cibuntu mulai proses produksi awal hingga serah terima ke tangan penjaja berjalan 24 jam. Pasalnya, sebagian pabrik tahu di sini disewa hingga lima perajin yang bergiliran berproduksi sehingga selalu akan ada tahu segar, sebagian besar berwarna kuning nan lembut, dengan cita rasa asin, yang bisa dibeli di sini.
Para perajin memang tak hanya melayani pedagang bermotor atau bersepeda serta kios di pasar, tetapi mereka pun lincah melayani pembelian eceran. Salah satunya pada seorang ibu yang pada Rabu (13/7), keluar dari sebuah mobil hitam berpelat Jakarta. Berhenti setelah melihat gapura biru bertuliskan 'Selamat Datang di Kawasan Wisata Belanja Tahu Cibuntu', ia pun berjalan menyusuri jalanan yang sore itu basah setelah diguyur hujan.
"Salah satu berkah pemasangan gapura, ya, kedatangan para warga, dari luar maupun dalam kota. Jangan salah, walaupun semua orang Bandung bisa dipastikan sebagian besar makan tahu Cibuntu sehari-hari, tapi lokasi persisnya mungkin enggak semua orang Bandung tahu," kata Casmana, 46, Ketua RW 07, yang bersama warganya menginisiasi pembuatan gapura itu pada 2014.
Casmana percaya diri memasang gapura itu karena wilayahnya memiliki produsen tahu terbanyak, yaitu 65 pabrik dengan 100 perajin, jika dibandingkan dengan lima RW lain di Babakan. Perajin itu berskala produksi mulai 1 kuintal hingga lebih dari 2 ton per hari. Dalam hitungan sekali produksi yang diistilahkan girang, diolah 15 kg kacang kedelai, dan jumlah tahu yang dihasilkan, 500 hingga 600 seharga Rp400 hingga Rp500 per buah, sedangkan dalam hitungan serapan tenaga kerja, satu perajin sedikitnya dibantu empat pekerja.
Pebisnis muda bertumbuh
Dirintis sejak era kolonial dan kini telah dijalankan generasi ketiga serta tentunya angkatan perajin muda yang mayoritas memulai bisnisnya pada usia 20-an serta 30-an, blok tahu Cibuntu terus bertumbuh. Gairah tahu itu pun terus menyala karena pendapatan yang diperoleh terbilang signifikan, pekerja yang kemudian menjadi pengusaha, kata Casmana, beberapa bahkan telah menjadi bos, dengan produksi per hari mencapai lebih dari 10 ton. Berkah serupa juga dirasakan hingga ke tingkat penjaja dan pekerja, dengan pendapatan bersih paling sedikit Rp100 ribu per hari sehingga terkecuali tak punya kemauan, tak ada alasan bagi warga di sini untuk menganggur.
"Selain takus, tahu kukus bungkus, yang biasa kami produksi, sekarang saya buat buat juga tahu dengan campuran bawang putih dan mentega, harggnya juga lebih mahal," kata Iyep, perajin yang menyewa bersama tiga kawannya di pabrik milik Haji Nana.
Inovasi rasa berjalan sama intensnya dengan upaya menjaga kualitas dan keamanan pangan. "Di sini, enggak ada bahan baku lain yang digunakan selain kedelai, garam dan kunyit, kalaupun ada rasa baru, ya yang digunakan yang aman-aman saja.
Pengawasan yang pertama bukan dari mana-mana, melainkan dari sesama perajin, mereka lebih galak. Mereka enggak mau nama Cibuntu rusak," kata Casmana yang menduga eksistensi industri tahu di sana terkait suburnya sumber air di sana karena kendati telah digali sebagai sumber artesis oleh para perajin sedalam lebih dari 100 meter, sumur warga sedalam 11 meter pun tak pernah kering dan kualitasnya masih terjaga. "Ya, walaupun leboh baik lagi kalau nanti ditata, terutama soal limbahnya," ujar Casmana.
Inovasi
Inovasi lainnya, terkait dengan pengelolaan dampak lingkungan, kata Casmana, telah diagendakan kendati hingga kini masih menunggu realisasi. "Kalau limbah ampas, itu malah menjadi sumber ekonomi karena diambil sebagai pakan ternak Rp3.000 per kilogram, nah untuk limbah cair, dibutuhkan instalasi pengolahaan, biar bisa juga dimanfaatkan sebagai biogas. Pemkot masih harus menyelesaikan masalah lahan yang dibutuhkan," kata Casmana.
Semangat untuk berpacu dengan kekinian itu pun kini didukung banyak pihak. Tahu Cibuntu kini juga eksis di berbagai keriaan kuliner yang rutin diselenggarakan pemkot, mulai di Festival Kuliner Cikapundung pada Desember 2015 hingga tingkat kecamatan. Tahu Cibuntu diolah dalam wujud aslinya, gehu pedas, puding, kerupuk hingga keripik.
Kolaborasi pun dilakukan bersama Dinas Pariwisata, Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, Universitas Padjadjaran, asosiasi usaha perjalanan wisata, Dinas Lalu Lintas, BTN, dan BRI. "Sudah ada beberapa rapat, pelatihan, bantuan pembuatan gapura, penyelenggaraan acara kuliner, hingga rambu penunjuk jalan, mungkin yang juga dibutuhkan adalah kemudahan pinjaman, mulai yang mikro hingga miliaran, sesuai skala pengusaha di sini," kata Casmana.
Para pengusaha terus bertumbuh menimbulkan dampak berganda pada pengusaha mikro lain, warung, dan pedagang makanan di sekitarnya, di antaranya toko kedelai, koperasi simpan pinjam hingga, penjajanya, sehingga dana hingga miliaran rupiah pun beredar di sana, dan tahu-tahu hangat dan sehat itu pun menyedapkan meja-meja makan urang Bandung bahkan hingga Jakarta setiap harinya. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved