Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Meresapi Tembang Sunyi RB Ali

ABDILLAH M MARZUQI
12/6/2016 01:40
Meresapi Tembang Sunyi RB Ali
(MI/ABDILLAH M MARZUQI)

TIDAK ada yang berbeda ketika saya melihat ruang pamer Gedung B Galeri Nasional Indonesia. Seperti biasa, dinding sebelah luar tertulis kata demi kata kuratorial. Namun, tak begitu ketika saya melongok ke arah dalam. Tampak ada sesuatu yang lain dari biasanya. Ada yang berbeda dengan lantai ruang pamer. Bukan seperti biasa lantai berubin sebab ada plastik berongga yang terpapar hampir di setiap bagian lantai. Padahal, lantai itu bukan wilayah suci yang tak
mengijinkan jejak kaki menimpanya.

Alhasil, setiap alas kaki menginjaknya akan ada bunyi letupan-letupan kecil. Bunyian itu muncul dari udara yang terimpit dan menerobos keluar dari selubung plastik. Inilah yang menjadikannya unik sebab pameran itu bertajuk Tembang sunyi. Dua paduan kata itu seolah didamaikan dalam satu bingkai. Tembang mengandaikan adanya desiran suara, sedangkan sunyi mengandaikan pemampatan bunyi, bahkan memupus gerak.

Bisa pula diterap makna ‘menembang dalam sunyi’, ‘kesunyian dalam tembang’, atau ‘menembangkan kesunyian’. Semuanya punya maksud berbeda meski punya dasar kata sama. Itulah yang terjadi dalam Pa meran Tunggal RB Ali dengan bertajuk Tembang sunyi. Gelaran ini dihelat di Galeri Nasional Indonesia Jakarta pada 3-20 Juni 2016. Pada pameran ini, ada 12 kanvas yang berisi perempuan. Mereka membawa kisah tersendiri. Masing-masing punya penanda makna setidaknya jika kita mengikutinya lewat yang diterakan.

Judul-judul lukisan itu tampaknya diarahkan untuk sekaligus memberikan latar cerita. Sering kali jalinan kata pada judul itu membentuk mirip puisi atau kadang pula mirip curhatan. Misalnya, lukisan berjudul Marah! Pada Siapa Aku Marah, Kenapa Aku Marah, untuk Apa Aku Marah. Kuadukan semuanya pada Sang Rembulan’ (2015). Judul panjang itu tentu akan turut membentuk suasana ketika menikmati tampilan visual dalam kanvas. Ketika yang tersaji ialah bentuk visual
dari perempuan yang digambarkan dengan tubuh menyender, ia seolah membagi beban dengan penyangga di belakangnya, sedangkan kepalanya tampak menunduk.

Figur dalam lukisan
Beberapa judul lain juga menunjukkan makna yang bisa dirunut dari judul. Terkadang menyelip arti seolah figur dalam lukisan sedang berbincang, atau bercurhat. Seperti karya yang berjudul Yang belum Aku Mengerti... Selalu saja Terasa Sepi (2015), Yang belum Aku Mengerti... Selalu saja Terasa Sepi (2015), dan Malam semakin Sepi... Malam semakin Sunyi... Di kota ini tak Ada Lagi yang Mau Mendengarkan Suaraku’ (2016). Atau judul yang lebih mirip kalimat pernyataan. Bisa jadi diucapkan seorang di luar kanvas. Seperti judul karya Gaya Hidup... Orang Cantik Bergaya dan Bertingkah apa pun Tetap Kelihatan Cantik... Salahnyapun Di Maklumi (2015).

Sementara itu, masih ada 7 lukisan tokoh. Bukan lazimnya melukis tokoh yang sudah wafat, tokoh dalam pameran ini malah semua masih bisa ditemui. Bahkan, tak rumit pula mengenali fi gur sang tokoh. Banyak atribut terselip yang menandai tokoh tersebut. Terbagi dalam dua kategori. Pertama ialah lukisan dengan judul Silent yang punya 5 bagian. Silent#1 adalah tokoh kemanusiaan Munir yang ditampilkan dengan latar badan pesawat dan gambar kincir angin. Silent#2 adalah Antasari Azhar yang muncul dengan tiga huruf kapital melintang di bagian tengah bidang gambar, yaitu KPK.

Sisanya, masih ada Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan. Selain itu, masih ada dua sosok populer yang dijudulkan berbeda. Pertama Ahok dalam Contemporary Figure #1 dan Risma dalam Contemporary Figure #2. Masih ada karya berjudul Bisu yang digarap bersama antara RB Ali dan Komunitas Palang Pintu. Karya ini terdiri atas empat panel dan ber ukuran total 275 cm X 580 cm. Lukisan ini menampilkan karikatur kehidupan masyarakat. Sebagai pungkasan, menarik untuk memperhatikan catatan kurator Efi x Mulyadi. “Sang seniman RB Ali tentu tidak bermaksud untuk memonopoli pemaknaan atas karya-karya di pamerannya ini. Semua itu terpulang pada Anda, pembaca dan penikmat pameran ini. Biarlah karya-karya itu yang berbicara.” (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik